Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Azis Subekti, mengatakan transformasi ekonomi berbasis industri bernilai tambah menjadi keniscayaan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
“RPJMN menempatkan transformasi ekonomi sebagai agenda utama, dengan tujuan membangun struktur ekonomi yang lebih produktif, mandiri, dan berdaya saing,” kata Azis dalam keterangannya, Minggu, 28 Desember 2025.
Ia menilai, arah pembangunan tersebut sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045 yang menargetkan Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi dengan industri maju, sumber daya manusia unggul, serta ketahanan ekonomi yang kuat. Dalam konteks itu, pengembangan industri semikonduktor menjadi relevan dan strategis.
Menurut Azis, semikonduktor bukan isu teknologi elitis, melainkan fondasi utama industrialisasi modern. Hampir seluruh aktivitas ekonomi saat ini bergantung pada chip, mulai dari ponsel, kendaraan, mesin pabrik, hingga sistem layanan publik.
“Krisis chip global 2020-2022 menjadi pengingat bahwa ketergantungan penuh pada impor komponen strategis bertentangan dengan arah RPJMN yang menekankan ketahanan industri nasional,” ujarnya.
Azis menjelaskan, RPJMN mengamanatkan pendalaman struktur industri dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Karena itu, Indonesia tidak cukup hanya menjadi pasar atau perakit akhir, melainkan harus terlibat lebih dalam dalam rantai nilai global dengan pendekatan yang realistis dan terukur.
Pendekatan tersebut selaras dengan program asta cita Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam memperkuat kemandirian ekonomi nasional, mempercepat industrialisasi, serta menciptakan lapangan kerja berkualitas.
“Fokus kebijakan diarahkan pada industri perakitan, pengujian, dan pengemasan semikonduktor, serta manufaktur elektronik dan komponen pendukung. Segmen ini lebih padat karya, lebih realistis secara investasi, dan terbukti mampu menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar,” jelasnya.
Ia menambahkan, agenda hilirisasi yang menjadi pilar RPJMN dan asta cita juga menemukan relevansinya dalam pengembangan industri elektronik. Indonesia memiliki sumber daya seperti nikel, tembaga, dan timah yang penting bagi industri tersebut.
“Hilirisasi harus menghasilkan industri dan pekerjaan, bukan sekadar ekspor bahan setengah jadi. Menghubungkan sumber daya alam dengan manufaktur elektronik adalah bentuk hilirisasi yang lebih bermakna dan berkelanjutan,” tegas Azis.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa pembangunan industri tidak dapat dilepaskan dari pembangunan sumber daya manusia. RPJMN menegaskan peningkatan kualitas SDM sebagai syarat utama transformasi ekonomi.
“Tanpa teknisi, operator, dan insinyur yang terampil, strategi semikonduktor hanya akan berhenti di atas kertas. Semua langkah ini bermuara pada satu tujuan besar yang ditegaskan dalam Visi Indonesia Emas 2045: pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkelanjutan, dan inklusif,” ujar Legislator Gerindra ini.
Dari sisi fiskal, Azis menilai pendekatan tersebut sejalan dengan prinsip kehati-hatian APBN. Negara berperan sebagai pengungkit melalui insentif dan pembangunan ekosistem, bukan menanggung seluruh risiko investasi.
Menurutnya, dalam jangka menengah dan panjang, strategi ini justru akan memperkuat basis pajak dan penerimaan negara.
Azis menegaskan, Indonesia memang tidak harus menjadi raksasa semikonduktor dunia dalam waktu singkat. Namun Indonesia juga tidak boleh terus berada di pinggir rantai nilai global.
“Dengan kebijakan yang realistis, terintegrasi, dan berpihak pada penciptaan lapangan kerja, semikonduktor dapat menjadi bagian penting dari perjalanan Indonesia menuju ekonomi yang berdaulat, kuat, dan sejahtera,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: