"Enam juta keluarga itu tinggal di rumah yang tidak layak, baik akibat buruknya sanitasi atau atap, lantai dan dinding memprihatinkan. Yang lebih prihatin rumah itu bukan milik mereka," kata Fahri dalam agenda Bisnis Indonesia Group (BIG) 40 Conference di Jakarta, dikutip Selasa, 9 Desember 2025.
Berdasarkan data Kementerian PKP, jumlah kepala keluarga (KK) di Indonesia mencapai 93.554.082 KK. Dari jumlah tersebut, backlog kepemilikan rumah mencapai 12.573.383 KK, sedangkan backlog kualitas yakni rumah yang tidak layak huni mencapai 16.597.839 KK.
Kemudian berdasarkan pemetaan backlog per wilayah, kawasan urban mencatat backlog kualitas sebanyak 2,10 juta keluarga dan backlog kepemilikan mencapai 4,56 juta keluarga.
Berdasarkan wilayah, daerah perkotaan mencatat backlog kualitas 2,10 juta keluarga, sementara backlog kepemilikan mencapai 4,56 juta keluarga. Adapun wilayah pesisir justru lebih parah. Backlog kualitas mencapai 5,22 juta keluarga, dengan backlog kepemilikan 2,6 juta keluarga.
Fahri menegaskan persoalan perumahan hari ini tak bisa semata diselesaikan lewat kepemilikan semata. Kualitas hunian dan sanitasi menjadi pekerjaan rumah besar yang tak bisa ditunda.
Ia juga menekankan pentingnya kebijakan perumahan berbasis data nasional, melibatkan koperasi, serta memanfaatkan kearifan lokal, baik dari sisi material bangunan maupun konsep pembangunan ramah lingkungan.
"Kebijakan perumahan harus presisi, berbasis data, dan menyentuh akar persoalan," ujarnya.
Lebih jauh, Fahri menegaskan Kementerian PKP berkomitmen menjadikan sektor perumahan dan kawasan permukiman sebagai penggerak ekonomi nasional sekaligus penopang kedaulatan ekonomi rakyat. Salah satu andalan pemerintah adalah Program 3 Juta Rumah yang menjadi arahan langsung Presiden.
"Program ini dirancang sebagai kebijakan masif untuk menjawab persoalan backlog perumahan dan kualitas hunian rakyat di seluruh Indonesia," tandasnya.
BERITA TERKAIT: