?Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bidang Organisasi, Administrasi, dan Literasi Kepartaian, Rahmat Saleh, saat menghadiri diskusi DPP PKS dengan para peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) termasuk Prof Zuhro di Jakarta.
?“Tentu pembahasan ini tidak lepas dari keputusan MK terakhir,” ujar Rahmat lewat keterangan resminya, Jumat, 24 Oktober 2025.
?Rahmat menilai, demokrasi yang kuat tidak cukup hanya dijalankan secara prosedural. ?Ia menekankan perlunya sistem yang adil, transparan, dan berbasis data agar pemilu tidak sekadar menjadi ritual politik lima tahunan.
?“Kalau kita ingin hasil pemilu yang berkualitas, maka desain sistemnya harus berbasis riset. Demokrasi bukan hanya soal memilih, tapi juga soal memastikan pilihan rakyat diterjemahkan dalam kebijakan yang berpihak,” tegasnya.
Rahmat menjelaskan partai politik memiliki tanggung jawab moral untuk memperkuat fondasi demokrasi melalui inovasi kelembagaan dan tata kelola yang transparan.?
?Salah satu langkah kunci adalah memperkuat sinergi antara lembaga politik dan lembaga riset agar arah kebijakan pemilu lebih terukur dan objektif.
?“Kita harus berani melihat kelemahan sistem pemilu kita hari ini. Mulai dari biaya politik yang tinggi, lemahnya kaderisasi partai, hingga representasi politik yang belum merata. Semua itu harus dikaji secara ilmiah agar bisa diperbaiki dengan pendekatan berbasis bukti,” ungkapnya.
?Anggota DPR RI dapil Sumatera Barat ini juga menyinggung pentingnya pendidikan politik yang berkelanjutan bagi masyarakat. ?Menurutnya, literasi politik yang rendah menjadi salah satu hambatan terbesar dalam mewujudkan demokrasi yang substantif.
?“Demokrasi yang berkualitas berawal dari desain yang cerdas dan berbasis riset. Kita ingin sistem politik yang melahirkan pemimpin terbaik, bukan sekadar mereka yang pandai memainkan mekanisme,” tutup Rahmat.
BERITA TERKAIT: