Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengungkapkan bahwa dalam kerangka KUHAP, perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) belum mendapatkan jaminan perlindungan yang memadai atas hak-haknya sebagai saksi, korban, maupun tersangka atau terdakwa, termasuk terkait kebutuhan khas perempuan.
“Perempuan korban kekerasan masih ditempatkan sebagai alat bukti semata, sementara keadilan, dan pemulihan akibat tindak pidana yang diterimanya tidak menjadi perhatian negara,” kata Maria Ulfah.
Ia juga menekankan bahwa aparat penegak hukum (APH) yang tidak memiliki perspektif gender sering kali masih menganggap korban sebagai pihak yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang dialaminya.
Sementara itu, kata Maria Ulfah, perempuan tersangka belum dijamin pemenuhan atas kebutuhan khasnya, serta kerentanan dan ketidakadilan berbasis gender yang dialaminya belum menjadi bagian yang diperhatikan dalam setiap tahap pemeriksaan.
Sebagai bentuk dukungan terhadap reformasi hukum acara pidana, Komnas Perempuan telah menyusun Kajian Hak Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Pidana pada tahun 2020.
Selain itu, Komnas Perempuan juga menerbitkan Kertas Kebijakan Hak Perempuan Berhadapan dengan Hukum dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana pada tahun 2021.
“Saran dan rekomendasi telah disampaikan kepada kepada Komisi III DPR RI dan Kemenkumham RI,” pungkas Maria Ulfah.
BERITA TERKAIT: