Aktivis dan putri mendiang Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid, secara tegas menolak proyek penulisan ulang buku sejarah oleh Kementerian Kebudayaan.
"Kalau di Jaringan Gusdurian, minta dibatalkan," kata Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian itu saat ditanya tanggapannya terkait kontroversi penulisan buku sejarah, di Jakarta, Sabtu 21 Juni 2025.
Merespons penyangkalan Fadli Zon terkait perkosaan massal 98, Alissa menyebut politikus Gerindra itu perlu memperluas wawasan.
"Satu, Pak Fadli Zon kayaknya perlu piknik lebih jauh, ngopi dengan lebih banyak orang," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa ketidaktahuan seseorang tidak lantas membatalkan fakta sejarah.
"Yang Pak Fadli Zon tidak tahu itu tidak sama dengan itu tidak benar. Just because you cannot see, doesn't mean it doesn't happen," tegas Alissa.
Alissa merujuk pada sejumlah laporan resmi yang mengonfirmasi kekerasan seksual dalam tragedi 1998, termasuk rekomendasi Tim Gabungan Pencari Fakta dan Komnas HAM.
"Kemenkopolhukam dalam 12 kejahatan HAM masa lalu, itu di masa periode Pak Jokowi yang kedua sudah menyebutkan itu. Artinya, ini sudah menjadi informasi yang diverifikasi," jelasnya.
Ia juga mengungkapkan kesaksian langsung dari ayahnya, Gus Dur, yang pernah bertemu korban perkosaan massal.
"Gus Dur dulu bercerita kepada saya, menemui korban-korban perkosaan, membantu mereka pergi ke luar negeri. Ada kok yang dulu sempat ke Ciganjur sebelum akhirnya berangkat ke luar negeri," tuturnya.
Alissa menyarankan Fadli Zon untuk tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan tanpa data lengkap.
"Pak Fadli Zon, jangan melakukan lompatan kesimpulan sebelum mendapatkan informasi yang lebih lengkap," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: