Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid menyampaikan, pembukaan akses pendanaan dari dana desa dan Corporate Social Responsibility (CSR) tanpa sistem verifikasi dan akuntabilitas yang kuat berpotensi menimbulkan penyimpangan.
“Tanpa kontrol yang ketat, kita membuka ruang bagi moral hazard dan pemborosan anggaran,” ujar Nurdin dalam rapat kerja dengan Kementerian Koperasi di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 26 Mei 2025.
Komisi VI juga mencermati skema pinjaman dari bank-bank Himbara yang pembayarannya dibebankan kepada alokasi dana desa.
Menurut Nurdin, pola ini berisiko tinggi dan dapat membebani fiskal desa dalam jangka panjang, sekaligus menimbulkan tekanan terhadap manajemen risiko BUMN pemberi kredit.
"Tanpa jaminan kualitas yang jelas potensi kredit bermasalah akan meningkat,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nurdin menekankan bahwa mayoritas pembentukan koperasi desa saat ini sangat bergantung pada dukungan dana pemerintah, termasuk APBN, dana desa, hingga CSR. Ketergantungan ini dinilai membahayakan keberlanjutan koperasi.
“Ketika itu dihentikan koperasi-koperasi rentan stagnan ataupun mati suri. Oleh karena itu koperasi harus mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri, tidak semata-mata bergantung," tegasnya.
Untuk itu pemerintah didesak agar memperkuat tata kelola, sistem pembiayaan yang berkelanjutan, serta mendorong kemandirian koperasi agar benar-benar menjadi tulang punggung ekonomi desa.
BERITA TERKAIT: