Pengamat politik dari Citra Institute, Efriza menilai, jika anggota DPRD yang memilih kepala daerah, maka pengulangan sejarah akan terjadi. Hal ini justru akan menimbulkan gelombang penolakan dari masyarakat.
Apalagi, menurutnya, apabila alasan yang dikemukakan pemerintah adalah soal efisiensi anggaran, tidak sesuai dengan kenyataan yang sudah berjalan.
Apalagi pilkada secara langsung oleh rakyat telah berjalan cukup lama, yaitu sejak 2007 dan tidak mempersoalkan anggaran.
"Anggaran besar adalah hal wajar, karena ini bicara demokrasi perwakilan, hal mana pemimpin dan kebijakannya yang dipilih oleh rakyat," ujar Efriza kepada
RMOL, pada Senin 16 Desember 2024.
Berkaca dari pelaksanaan Pilkada Serentak 2024, dosen ilmu pemerintahan Universitas Pamulang (Unpam) itu memandang, anggaran yang cukup besar termakan justru menjadikan kualitas demokrasi di Indonesia semakin membaik.
Salah satu buktinya, Efriza mengungkap Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/2024, yang isinya membuka hak partai politik nonparlemen untuk ikut mengusung pasangan calon kepala daerah.
"Pilkada 2024 ini sudah demokratis ini terwujud karena putusan MK. Pemilu adalah legitimasi atau pengakuan dasarnya, yang terlihat dari parpol sebagai corong rakyat dapat mengusung calon meskipun tidak mendapat kursi di parlemen, hanya terdaftar sebagai peserta pemilu sebelumnya," urainya.
"Karena itu, jika rakyat malah tidak dilibatkan dalam memilih pemimpin dan kebijakan yang ditawarkan, maka ini malah menunjukkan kita mengabaikan kehadiran masyarakat," demikian Efriza.
BERITA TERKAIT: