Menurut Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, hal ini bisa menjadi tantangan besar. Meskipun secara aturan, pemenang pilkada tetap ditentukan oleh suara sah.
"Pemenang tidak ditentukan besar kecil suara tidak sah atau jumlah pengguna hak pilih," kata Titi lewat akun X miliknya, Minggu (1/9).
Titi menjelaskan walaupun suara tidak sah mencapai 90 persen, pemenang pilkada tetap sah selama mendapatkan mayoritas suara yang ditetapkan.
"Tapi itu akan jadi rongrongan politik berkepanjangan bagi si calon," kata Titi.
Menurutnya, suara tidak sah adalah cara sah bagi pemilih untuk mengekspresikan ketidakpuasan mereka terhadap calon yang ada.
Tingginya golput akan menjadi catatan penting tentang legitimasi politik yang rapuh dari pemilih serta mencerminkan adanya masalah dalam relasi aspirasi antara pemilih dan calon yang bersaing.
"Kalau pengaruh ke kemenangan tidak. Tapi sebagai sikap politik itu penting. Sebagai bentuk perlawanan pemilih. Jadi sah-sah saja pemilih menyalurkan ekspresi politiknya melalui suara tidak sah," pungkas Titi.
BERITA TERKAIT: