Hasan menilai kepemimpinan pimpinan DPD yang otoriter hanya untuk kepentingan pribadi.
"Kita selama dua tahun ini sudah cukup diam dengan kepemimpinan yang cukup otoriter dipaksakan hanya untuk kepentingan pribadi pimpinan DPD RI," kata Hasan saat jumpa pers di Pulau Dua Resto, Senayan, Jakarta, Selasa (16/7)
"Puncaknya memang pada sidang paripurna. Ada kesewenang-wenangan pimpinan merancang tata tertib yang mereka rancang dan susun sendiri,” sambungnya.
Hasan menjelaskan bahwa perubahan tata tertib dilakukan tanpa prosedur yang benar, serupa dengan alasan kekalahan omnibus law di Mahkamah Konstitusi.
Ia menyoroti tata tertib yang digunakan adalah Tata Tertib Nomor 1 Tahun 2022 yang berdasarkan sub wilayah, tetapi pimpinan DPD RI berusaha mengubahnya dengan membentuk Tim Kerja (Timja).
"Dalam sidang paripurna Timja tidak berhak menyampaikan sesuatu itu sendiri. Kata mereka perubahannya 3-5 persen, itu berbahaya," kata Hasan.
Sebab, kata Hasan, menghilangkan hak-hak anggota yang baru atau bahkan seluruh anggota.
"Menghilangkan hak-hak daripada anggota itu persoalan serius,” kata Hasan.
“Yang lebih lucu lagi pemimpinan MPR, hanya dipilih 21 orang. Ini dugaan kita setelah mereka melakukan deklarasi mereka membuat aturan-aturan yang menguntungkan calon pimpinan yang sekarang mereka usung," sambungnya.
BERITA TERKAIT: