Jurubicara MK RI Fajar Laksono menjelaskan, cara pengambilan keputusan oleh hakim-hakim konstitusi tidak berubah, meskipun nantinya hanya ada 8 orang yang menangani perkara dan memplenokan hasil sidangnya.
"Jadi pengambilan keputusan di MK itu biasa diatur di Pasal 45 UU MK," ujar Fajar saat ditemui di Gedung MK RI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (26/3).
Dia mengurai, ada beberapa tahap mekanisme pengambilan keputusan yang akan dilakukan hakim-hakim konstitusi.
"Pertama dia harus musyawarah mufakat. Jadi 8 orang itu, 8 hakim konstitusi musyawarah mufakat. Kalau tidak tercapai, cooling down dulu. Setelah cooling down, musyawarah mufakat dulu. Jadi dikedepankan dua kali musyawarah mufakat," urainya.
Namun, Fajar mengungkapkan mekanisme kedua apabila dalam musyawarah mufakat kedua tidak mencapai kesepakatan.
"Maka diatur di UU MK itu keputusan diambil dengan suara terbanyak. Suara terbanyak itu berarti 8 hakim itu memberikan suaranya," sambungnya memaparkan.
Kendati dalam pengambilan suara terjadi remis karena jumlah hakim konstitusi genap, maka pengambilan keputusan ada pada ketua sidang pleno pengambilan keputusan.
"Bagaimana kalau terjadi 4 banding 4 (pengambilan keputusan lewat voting)? Di Pasal 45 ayat (8) (UU MK) itu dikatakan, 'dalam hal suara hakim itu sama banyak maka yang menjadi putusan MK adalah suara di mana ketua sidang pleno berada'. Itu ketentuan undang-undang," beber Fajar.
"Jadi enggak ada cerita, putusan itu deadlock dengan 8 hakim konstitusi. Pasti ada putusannya, dan itu sudah diatur dalam UU MK. Kalau 4 banding 4, gimana yang jadi putusan? Dimana ketua sidang pleno hakim di situ berada (di keputusan mana dia berada)," tandasnya.
Anwar Usman tidak ikut serta dalam penanganan perkara sengketa Pilpres 2024 karena terdapat Putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK), terhadap kasus pelanggaran etik hakim-hakim konstitusi dalam menangani perkara pengujian Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimum capres-cawapres.
BERITA TERKAIT: