Hasilnya menunjukkan bahwa paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka memperoleh suara sebesar 75,39 juta (58,83 persen). Selanjutnya paslon Anies Rasyid Baswedan dan Muhaimin Iskandar memperoleh suara sebesar 31,39 juta (24,49 persen). Paslon Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memperoleh suara sebanyak 21,38 juta suara (16,68 persen).
Data tersebut mempunyai makna bahwa paslon Prabowo dan Gibran berpotensi menang pilpres. Pilpres berpotensi berlangsung satu putaran. Pilpres dua putaran berpotensi tidak terjadi.
Pengumuman penetapan pemenang pilpres dan pileg direncanakan pada tanggal 20 Maret 2024. Persoalannya adalah Ganjar mengeluarkan pernyataan yang terkesan tidak percaya terhadap perolehan suaranya. Suara PDIP pada level 16,38 persen.
Implikasinya adalah paslon Ganjar dan Mahfud hanya menyumbang tambahan suara sebesar 0,3 persen. Dengan kata lain adalah terjadi kekeliruan dukungan gabungan parpol dalam mengusulkan paslon Ganjar dan Mahfud.
Betapa pun paslon aktif berkampanye berkeliling Indonesia dan terlaporkan dihadiri banyak penonton pada kampanye tertutup dan terbuka, bahkan dikesankan penuh penonton, namun tidak ada kinerja yang signifikan dari paslon dibandingkan kinerja parpol PDIP di pileg. Dengan kata lain, kinerja paslon sesungguhnya merupakan hasil kinerja caleg parpol.
Pada fakta yang seperti ini, Ganjar mengusulkan, agar DPR RI mengajukan hak angket, minimal rapat kerja dengan penyelenggara pemilu, atau DPR RI menyelenggarakan hak interpelasi.
Hak angket untuk mengetahui kebenaran perolehan suara paslon Ganjar dan Mahfud yang rendah dan ranking tiga, sedangkan pengarahan dari Ketum PDIP agar memperoleh sebagai pemenang pertama dan mencapai pilpres satu putaran.
Usulan hak angket oleh Ganjar kemudian didukung oleh paslon Anies dan Muhaimin. Diksi yang berkembang adalah tidak percaya terhadap kinerja KPU, Bawaslu, dan Mahkamah Konstitusi (MK). Tidak percaya, dengan mengemukakan diksi kecurangan hasil rekapitulasi KPU.
Diksi kecurangan oleh para pendukung dan sukarelawan, maupun terutama oleh para pengamat pendukung paslon ditumbuhkembangkan untuk hak angket diarahkan guna memakzulkan Presiden Joko Widodo. Proses mekanisme pemakzulan sesungguhnya tidak mungkin diselesaikan sebelum 20 Oktober 2024 dan persyaratan pemakzulan sangat sulit direalisasikan.
Jimly Asshidiqie meyakini bahwa hak angket dan gagasan pemakzulan tidak mudah direalisasikan, namun hak angket adalah salah satu solusi sebagai kanalisasi terhadap berbagai penyaluran kemarahan dan ketidakpuasan pendukung paslon yang kalah pilpres.
Akan tetapi penggunaan diksi kecurangan, menolak hasil perhitungan rekapitulasi
real count Sirekap KPU, serta gagasan hak angket maupun gagasan penguatan pemakzulan terbukti efektif meningkatkan eskalasi aksi demonstrasi terhadap KPU dan Bawaslu, serta Pemilu 2024.
Sekalipun ketika pemungutan suara ulang (PSU) di berbagai tempat kembali menguatkan kemenangan perolehan suara dari paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, namun hasil PSU yang seharusnya membuktikan kebenaran hasil perhitungan rekapitulasi Sirekap KPU, tetapi keberadaan revisi Sirekap dan hasil PSU justru ditafsirkan telah menguatkan diksi kecurangan. Ketidakpercayaan terhadap kinerja pemilu dikonstruksikan meningkat.
Akibatnya, demonstrasi dari para pendukung dan sukarelawan dari paslon yang kalah dalam perhitungan sementara
real count pilpres dan kalah pileg semakin memanas. Orasi-orasi dari kelompok kepentingan yang kalah ini, kemudian mengundang kehadiran dari para demonstran yang pro paslon pemenang pilpres (dan pileg).
Akan tetapi petugas keamanan justru menjadi sasaran insiden tindakan kekerasan dari oknum demonstran. Kondisi aksi dan reaksi demonstrasi yang seperti ini terkesan semakin tidak kondusif. Lokasi demonstrasi yang pro dan kontra hak angket yang berdekatan tanpa sekat, telah meningkatkan risiko kerawanan antar demonstran.
Demonstrasi 1 Maret 2024 terjadi di Jakarta, Makassar, Bandung, dan Solo. Secara parsial terjadi unjuk rasa yang tidak puas terjadi pada beberapa lokasi perhitungan rekapitulasi suara ulang.
Demikian pula dengan kasus-kasus pada PSU di beberapa daerah. Akibatnya, terjadi aspirasi pemilu ulang dan diskualifikasi paslon yang berpotensi menang pilpres.
Sesungguhnya pemilu ulang berdasarkan PSU, juga masih membuat pendukung paslon yang kalah pilpres (dan pileg) masih marah. Tidak siap kalah sebagai konotasi daya tawar untuk mereposisi kekuatan setelah berpotensi kalah pilpres dan pileg.
Sekalipun bulan puasa ramadan segera tiba dan penetapan pemenang pemilu diumumkan pada bulan ramadan. Disamping itu hasil panen pertanian pertengahan bulan Maret diharapkan akan dapat menurunkan kenaikan harga bahan pokok.
Akan tetapi sungguh sangat diharapkan para elite kekuasaan, terutama paslon yang kalah terhadap hasil perhitungan sementara suara pilpres dan pileg untuk kembali menyampaikan seruan pemilu damai, sekalipun tanggal 20 Maret 2024 masih jauh.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
BERITA TERKAIT: