Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Mantan Pimpinan KPK: Penyelenggara Negara Harus Berpegang pada Moral dan Etika

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Senin, 05 Februari 2024, 14:42 WIB
Mantan Pimpinan KPK: Penyelenggara Negara Harus Berpegang pada Moral dan Etika
Pimpinan KPK periode 2003-2019 menyampaikan pernyataan sikap soal kondisi bangsa dan negara saat ini/RMOL
rmol news logo Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2019 mendesak Presiden Joko Widodo dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika.
HUT 79 RI

Hal itu merupakan pernyataan sikap yang disampaikan oleh 15 pimpinan KPK periode 2003-2019 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Jalan HR Rasuna Said Kav C1, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin sore (5/2).

Ke-15 mantan pimpinan KPK yang menyatakan sikap adalah, Taufiequrachman Ruki, Mas Achmad Santosa, Erry Riyana Hardjapamekas, Basaria Panjaitan, Amien Sunaryadi, Laode M. Syarif, M. Busyro Muqodas, Adnan Pandu Praja, Abraham Samad, Mohammad Jassin, Chandra M. Hamzah, Zulkarnain, Waluyo, Haryono Umar, dan Bibit Samad Rianto.

Namun demikian, yang hadir di Gedung KPK dan menyampaikan pernyataan sikap hanya dihadiri oleh 8 mantan pimpinan KPK, yakni M Jassin, Mas Achmad Santosa, Erry Riyana, Basaria Panjaitan, Taufiequrachman Ruki, Zulkarnain, Waluyo, dan Laode M Syarif.

Pernyataan sikap ini dibacakan oleh Basaria Panjaitan selaku pimpinan KPK periode 2015-2019.

"Pimpinan KPK periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2019, menghimbau agar presiden dan seluruh penyelenggara negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika dalam menjalankan amanah yang diembannya," kata Basaria membacakan pernyataan sikapnya.

Menurut mantan pimpinan KPK, pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik dan rule of law seharusnya sudah terinternalisasi dalam setiap langkah dan gerak penyelenggara negara. Tapi sayangnya, makin sering ditinggalkan.

"Sifat kenegarawanan dan keteladanan seharusnya juga dapat ditunjukan oleh seorang presiden atau kepala negara, terlebih dalam masa-masa kontestasi Pemilihan Umum tahun 2024 ini," terang Basaria.

Bukti dari hilangnya kompas moral, etika, dan hukum dalam berbangsa dan bernegara kata Basaria, telah terlihat nyata dalam berbagai parameter dan penilaian yang diterbitkan lembaga-lembaga internasional.

Seperti menurunnya skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia dalam 4 tahun terakhir. Di mana pada 2019 skor-nya mencapai 40, dan menurun drastis menjadi skor 34 pada 2022 dan 2023 yang menempati ranking 115 dari semua negara yang disurvei.

Selanjutnya, tidak bergeraknya index negara hukum atau rule of law index yang dikeluarkan World Justice Project yang hanya mencapai nilai 0,53 dari skala 0-1 pada 2023.

"Jadi masih sangat jauh dari nilai ideal indeks negara hukum," tutur Basaria.

Kemudian, The Economist Intelligence Unit bahkan menempatkan Indonesia sebagai negara "Demokrasi Cacat" atau flawed democracy, dan menurut Varieties of Democracy Project, pada 2023 Indonesia hanya mencapai skor 25, dan menggambarkan Indonesia sebagai negara dengan praktik "Kartel Partai Politik" karena maraknya bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik dengan akuntabilitas yang sangat kurang pada pemilih atau extensive power-sharing among parties and limited accountability to voters.

"Oleh karena itu, kami, pimpinan KPK periode 2003-2019, menyerukan pesan moral kepada presiden dan seluruh penyelenggara negara untuk melaksanakan 'Panca Laku'," jelas Basaria.

Pertama, memperkuat agenda pencegahan dan pemberantasan korupsi, dan sekaligus menjadi teladan (role model) dalam menjalankan sikap dan perilaku anti korupsi.

Kedua, menghindari segala benturan kepentingan atau conflict of interest, karena benturan kepentingan adalah akar dan langkah awal untuk menuju praktik korupsi.

Dan ketiga, memperbaiki tata kelola pemerintahan yang baik, khususnya tata kelola penyaluran bantuan sosial berdasarkan daftar penerima bantuan sosial yang sah, sesuai nama dan alamat atau by name-by address.

"Tata kelola bantuan sosial akhir-akhir ini menjadi sorotan karena dilakukan dalam rentang waktu menjelang dilaksanakannya Pemilihan Umum 2024 dan tidak memperhatikan prinsip-prinsip good governance," pungkas Basaria.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA