Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berada di Komisi Pemilihan Umum (KPU) diduga telah diretas hacker dengan nama Jimbo.
Terkait itu, pakar keamanan siber, Pratama Dahlian Persadha mengurai betapa lemahnya sistem pertahanan data di Indonesia.
“Setiap peristiwa pemilu, baik lima tahunan, pemilu kepala daerah, banyak sekali serangan ke KPU. Inget gak dulu KPU diserang hacker, partai-partainya diganti ada partai kolor ijo,” ucap Pratama dalam kanal YouTube Bambang Widjojanto, dikutip pada Minggu (3/12).
Mantan Wakil Ketua KPU Bambang Widjojanto yang bertindak sebagai host terus menggiring berbagai peristiwa mengenai kebocoran data di Indonesia.
Terutama yang terjadi pada lembaga penyelenggara Pemilu.
Soal itu, Pratama menyebut serangan hacker kepada lembaga penyelenggara Pemilu bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan terjadi juga di beberapa negara.
Menurut dia, dampak dari penyerangan terhadap lembaga penyelenggara Pemilu akan membesarkan nama hacker dan nilainya mudah dijual.
Lanjut Pratama, Indonesia saat ini menduduki peringkat 24 keamanan siber dari 165 negara. Peringkat tersebut, sambung Pratama, tergolong baik dan menunjukan tumbuhnya ekonomi digital yang terlegitimasi.
“Tetapi kenyataannya, keamanan siber Indonesia
nyungsep, senyungsep-nyungsepnya. Ternyata peringkat itu tidak berbanding lurus dengan kemampuan pertahanan diri, sehingga kebocoran data terjadi terus menerus,” jelasnya.
“Itu terjadi nggak cuma di 1-2 institusi, tapi terjadi di banyak institusi,” tambah dia.
Pratama menyebut contoh institusi yang pernah terjadi kebocoran data dalam jumlah besar adalah BPJS Kesehatan dan Dukcapil.
“Menurut saya ini hal yang tidak perlu terjadi, kalau kita, pemerintah kita
aware terhadap
security,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: