"
Optical scanning atau
optical scan voting menggunakan balot kertas yang diberikan tanda oleh pemilihnya. Kertas tersebut kemudian masuk ke mesin scan untuk dihitung secara digital," kata Bamsoet saat menjadi pembicara Seminar Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) ke-24 Lemhannas RI bertema “Peta Jalan Kepemimpinan Digital dalam Mewujudkan Visi Konsolidasi Demokrasi”, di Jakarta, Selasa (3/10).
Menurut Bamsoet, sistem ini mirip seperti cara memilih konvensional yang diterapkan di Indonesia. Bedanya, penghitungan suara dilakukan dengan mesin sehingga hasil suara lebih cepat keluar. Lalu
direct recording dan internet voting sudah tidak lagi menggunakan kertas suara. Semua proses pemilihan dilakukan secara digital, mulai dari perekaman suara, penyimpanan, dan penghitungan," jelas Bamsoet.
Beberapa negara, tambah Bamsoet yang menggunakan e-voting antara lain, Kanada sejak tahun 1990an. Lalu Estonia, Belanda, Jerman dan Filipina. Namun Belanda dan Jerman gagal dan tidak melanjutkan sistem tersebut rawan diretas. Contoh yang berhasil adalah Filipina yang hingga kini terus menggunakan Automated Election System (AES) dan mendapat perhatian dunia.
Bamsoet menjelaskan, portal digital juga telah banyak difungsikan sebagai platform digital untuk berinteraksi dengan masyarakat, mengumpulkan masukan, dan melibatkan mereka dalam proses pembuatan kebijakan. Media sosial, forum online, dan inovasi seperti “balai kota virtual” telah kerap digunakan sebagai alat yang efektif untuk mendorong keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pemerintahan modern.
"Ini semua harus terus ditingkatkan, khususnya untuk memastikan bahwa layanan digital dapat diakses oleh semua warga negara. Termasuk penyandang disabilitas dan masyarakat pinggiran. Hal ini memerlukan penguatan infrastruktur layanan digital dengan mempertimbangkan aksesibilitas dan penyediaan program literasi digital," urai Bamsoet.
Bamsoet menambahkan, patut disyukuri bahwa menurut hasil survei Kementerian KOMINFO dan Katadata Insight Center, status literasi digital Indonesia pada periode tahun 2020 hingga 2022 terus mengalami peningkatan. Berturut-turut dari 3,46 poin, naik menjadi 3,49 poin, dan kembali naik menjadi 3,54 poin. Di sisi lain, INDEF menilai saat ini tingkat literasi Indonesia masih berada pada kisaran 62 persen. Paling rendah jika dibandingkan negara-negara lain di ASEAN yang rata-rata sudah mencapai 70 persen.
BERITA TERKAIT: