Terasa tidak biasa karena seakan mengajak orang untuk melupakan dan bahkan meninggalkan perdamaian yang tidak sempurna, sementara di sisi lain menganjurkan jalan perang yang bisa dimenangkan secara total.
Teguh Santosa yang juga pendiri
Kantor Berita Politik RMOL mengatakan, dari wawancara yang dilakukannya dengan sejumlah duta besar negara sahabat itu tergambarkan berbagai problematika dunia saat ini.
"Peta problematikanya cukup komprehensif. Dubes yang diwawancarai mewakili semua kontinen yang ada, Asia, Afrika, Amerika, Amerika Latin, Karibia, Eropa Barat, Eropa Timur, juga Australia. Masing-masing dubes memaparkan posisi negaranya dalam sejumlah isu penting," ujar Teguh dalam silaturahim yang diselenggarakan di Kopi Timur di Jalan Pondok Kelapa Raya, Jakarta Timur, Senin petang (18/9).
Silaturahim dihadiri jajaran manajemen dan redaksi
Kantor Berita Politik RMOL, serta sejumlah Pengurus Pusat Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Firli Bahuri yang merupakan salah seorang sahabat Teguh Santosa juga tampak hadir dalam kegiatan syukuran untuk penghargaan dari Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) atas buku itu dan satu buku lagi yang berjudul "Buldozer dari Palestina".
Melihat berbagai problematika ini, sambung Teguh, pilihan yang dihadapi adalah menerima perdamaian walau terasa buruk, atau merancang perang yang sempurna, yang dirasa dapat dimenangkan, namun sesungguhnya utopia.
"Tidak ada yang benar-benar menang dalam perang. Kalaupun merasa menang, ia jadi arang. Kalau kalah, ia jadi abu," ujar Teguh yang juga dosen hubungan luar negeri di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Frase "perdamaian yang buruk, perang yang baik" itu, tambah Teguh, dikutipnya dalam pernyataan Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva.
"Silakan dibaca lengkap," kata Teguh lagi.
Sementara Ketua KPK RI Firli Bahuri ketika memberikan sambutan mengatakan dirinya setuju bahwa tidak ada perdamaian yang sempurna. Sejatinya, karena memang tidak ada yang sempurna di muka bumi dan dalam kehidupan ini.
Begitu juga dengan teman dan musuh. Tidak ada yang abadi.
Perdamaian diutamakan karena setiap manusia, setiap negara, memiliki kepentingan, dan berusaha keras agar kepentingannya itu dapat terwujud.
"Tidak ada kemenangan yang mutlak dan sebaliknya tidak ada kekalahan yang mutlak. Yang ada adalah keinginan untuk mencapai kenyamanan yang mutlak. Yang merasa menang akan mencari yang kalah, dan yang merasa kalah pun akan mencari yang menang," ujar purnawirawan Polri berbintang tiga itu.
Firli juga mengatakan, setelah menerima kedua buku dari tangan sang penulis, barulah ia mau memberikan apresiasi.
"Karena saya biasa untuk tidak mendasarkan penilaian pada apa yang saya dengar, tetapi pada apa yang saya lihat dan saksikan sendiri," ujarnya sambil sekali lagi mengucapkan selamat dan mendorong Teguh agar terus berkarya.
BERITA TERKAIT: