Dikatakan Direktur Imparsial, Gufron Mabruri, kasus itu bisa menjadi pintu masuk revisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer, yang selama ini menjadi tembok besar prajurit aktif untuk diadili di pengadilan umum.
"Pemerintah dan DPR harus segera merevisi UU 31/1997 tentang Peradilan Militer karena selama ini sering digunakan sebagai sarana impunitas dan alibi untuk tidak mengadili prajurit TNI di peradilan umum," ujar Gufron kepada wartawan, Sabtu (29/7).
Soal revisi itu, kata Gufron, sebetulnya bukan hal sulit dilakukan. Pasalnya, sudah ada komitmen dari Presiden Joko Widodo dalam salah satu poin Nawacita.
"Apalagi agenda revisi UU Peradilan Militer ini menjadi salah satu agenda yang dijanjikan oleh Presiden Jokowi pada Nawacita periode pertama kekuasaannya," terangnya.
Selain revisi UU Peradilan Militer, lanjutnya, kasus kepala Basarnas juga menjadi pijakan pemerintah untuk mengevaluasi keberadaan prajurit TNI aktif di berbagai instansi sipil.
"Terutama pada instansi yang jelas bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU TNI, karena hanya akan menimbulkan polemik hukum ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh prajurit TNI aktif tersebut," bebernya.
"Seperti dugaan korupsi misalnya yang tidak bisa diusut secara cepat dan tuntas karena eksklusivisme hukum yang berlaku bagi prajurit TNI yang melakukan tindak pidana," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: