Peneliti senior lembaga riset politik Surabaya Consulting Group, Arif Budi Santoso, memaparkan tiga hal yang muncul dari pertemuan Puan dan AHY, dua sosok yang selama ini dipersepsikan tidak akan pernah bisa bertemu secara politik mengingat kerenggangan relasi PDIP dan Demokrat.
“Pertama, kita bisa membaca pertemuan tersebut sebagai variabel kuat yang bisa mengubah lanskap peta pilpres. Perubahan bukan hanya terkait peta antarkoalisi politik, tapi juga di internal koalisi, terutama pada Koalisi Perubahan,” ujar Arif dikutip
Kantor Berita RMOLJatim, Senin (19/6).
“Pertemuan tersebut membuat posisi politik Anies Baswedan semakin dalam kegalauan, mengingat Demokrat adalah faktor kunci di Koalisi Perubahan. Jika Demokrat tak jadi bergabung ke Koalisi Perubahan, otomatis Anies bingung lagi mencari kawan koalisi,” imbuh Arif.
Arif melanjutkan, pertemuan tersebut juga pastinya akan dijadikan momentum oleh Demokrat untuk meningkatkan daya tawar ke Anies Baswedan. Dengan harapan bisa menempatkan AHY sebagai Cawapres Anies.
“Karena memang faktanya, tanpa AHY menjadi cawapres, Demokrat tidak akan mendapat efek ekor jas dari pencalonan Anies. Yang paling mendapat dampak elektoral dari pencalonan Anies adalah Nasdem dan PKS,” terang alumnus Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga tersebut.
Hal kedua yang bisa dibaca dari pertemuan tersebut adalah agresivitas koalisi Ganjar Pranowo dalam membangun komunikasi ke berbagai pihak, bahkan mampu membangun jembatan di atas perbedaan.
“Kalau melihat perkembangan koalisi politik, yang paling agresif memperluas basis kerja sama dan sudah konkrit adalah Ganjar. Sejak diumumkan PDIP, sudah resmi didukung tiga partai lain, yaitu PPP, Hanura, dan Perindo,” ujar Arif.
Hal ketiga, lanjut Arif, pertemuan Puan dan AHY memiliki makna strategis bagi PDIP karena partai berlambang banteng itu seperti mematahkan narasi yang dikembangkan banyak pihak bahwa sikapnya kaku, tidak fleksibel dalam bernegosiasi dan berkomunikasi dengan partai dan kekuatan politik lainnya.
“Artinya pertemuan kemarin membalik anggapan itu. Bahkan dengan Demokrat pun relasinya bisa gayeng. Padahal, Demokrat sering disebut sebagai pihak yang paling tidak bisa menyatu dan bekerja sama dengan PDIP,” jelas Arif.
Dia menambahkan, pertemuan kedua tokoh itu sejatinya jadi kabar baik bagi dunia perpolitikan Tanah Air karena mampu menjaga kondusivitas di tahun politik yang tensinya kian memanas.
“Pertemuan kemarin bisa menjaga kondusivitas situasi politik. Tentu harus kita apresiasi,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: