"Aspek ini sangat elementer serta merupakan sebuah keniscayaan untuk hadirnya sosok yang memahami hakikat bernegara serta bagaimana mengelola sebuah negara," kata pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi, Dr Fahri Bachmid, melalui keterangan yang diterima Redaksi, Rabu (3/5).
Sebab secara konstitusional, lanjut Fahri, demokrasi dan nomokrasi adalah prasyarat mutlak. Demokrasi dari waktu ke waktu selalu mendapat atribut tambahan. Seperti
welfare democracy, people democracy, social democracy, participatory democracy, dan lain-lain.
"Gagasan demokrasi yang paling ideal di zaman modern ini adalah gagasan demokrasi yang berdasar atas hukum
constitutional democracy," imbuhnya.
Secara teoritis, demokrasi berlandaskan atas hukum atau nomokrasi. Nomokrasi sebagai konsep mengakui bahwa yang berkuasa sebenarnya bukanlah orang, melainkan hukum atau sistem itu sendiri.
"
The rule of law and not of man. Pemerintahan oleh hukum, bukan oleh manusia, jadi hakikatnya hukum sebagai 'benchmarking' yang harus dijadikan rujukan oleh semua pihak, termasuk yang kebetulan menduduki jabatan kepemimpinan itu," urai Fahri Bachmid.
Untuk itu, pasca
constitutional reform memerlukan seorang teknokrat yang memahami sistem dengan kemampuan teknokratisnya.
"Konsep pemahaman ini agar nantinya dalam membentuk pemerintahan, secara derivatif, sang Kepala Negara atau Wakil Kepala Negara dapat memainkan peran-peran penting secara konstitusional dalam mewujudkan sistem pemerintahan presidensial secara proporsional. Yaitu untuk manageable konsep zaken kabinet yang menitikberatkan pada komposisi kabinet yang terdiri atas kalangan profesional. Sehingga fokus pada program kerja yang ditargetkan dan mampu mencari solusi terhadap masalah-masalah pemerintahan yang fundamental," Papar Fahri Bachmid menjelaskan.
Saat ini ada sejumlah nama pakar hukum tata negara yang wara-wiri menghiasi peta hukum Indonesia. Menurut Fahri Bachmid, salah satu nama yang bisa memahami konsep konstitusi di atas adalah Yusril Ihza Mahendra.
Yusril pun tampak mendampingi Prabowo Subianto selama dua hari bersama-sama mengunjungi Batusangkar, Sumatera Barat, akhir bulan lalu.
"Prof Dr Yusril Ihza Mahendra sangat dibutuhkan dan tepat untuk menjadi calon Presiden atau Wakil Presiden. Dari segi pengalaman, pengetahuan, pendidikan, dan lain-lain yang telah bersentuhan dengan dunia politik dan pemerintahan sejak tahun 1992 sampai dengan saat ini," ucap Fahmi.
"Selama perjalanan kariernya, sosok Prof Yusril telah banyak memberikan sumbangsih bagi bangsa dan negara, khususnya dalam perkembangan hukum tata negara, dan kepemerintahan dan menjadi Negarawan yang mementingkan kepentingan nasional di atas segalanya," terang Fahri.
Ditambahkan Fahri, Yusril mengawali perjalanan kariernya di Istana Negara sebagai penulis pidato Presiden Soeharto dan Presiden BJ Habibie. Yusril juga menjadi bagian penting dalam perjalanan politik bangsa Indonesia.
"Dengan demikian, saya memandang, Prof Yusril sebagai 'problem solver' atas masalah kebangsaan kontemporer saat ini. Sekaligus sebagai 'reformer' untuk menata dan memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia kearah yang lebih baik dan maju ke depan sebagai sebuah negara besar," tutur Fahri.
Di sisi yang lain, secara sosiologis dengan mendasarkan pada konfigurasi politik nasional, serta kepentingan untuk menjaga stabilitas politik nasional dan keutuhan bangsa dan negara Indonesia yang majemuk ini, stabilitas nasional merupakan syarat mutlak untuk melakukan pembangunan ekonomi. Termasuk juga penataan negara di segala bidang.
Secara akademis, stabilitas politik itu hanya akan tercipta jika dua kekuatan politik nasional bersatu dan saling bekerjasama secara konstruktif.
"Yakni Golongan Nasionalis dan Golongan Islam, tidak mungkin serta mustahil jika hanya yang satu berkuasa, dan yang lain dipinggirkan. Sampai kapanpun, dua golongan serta kekuatan ini akan tetap ada sebagai sebuah fakta sosial dan politik. Sembari menghormati dan menghargai keragaman etnik, adat dan budaya serta agama-agama yang hidup dan berkembang di Tanah Air," paparnya.
"Untuk itu, kehadiran Prof Yusril Ihza Mahendra dalam poros koalisi apapun merupakan sebuah sintesa dalam memaknai kepemimpinan nasional ini sebagai representasi dari kelompok Islam yang tentunya sangat signifikan untuk menentukan arah perjalanan bangsa dan negara ini ke depan," tutup Fahri Bachmid.
BERITA TERKAIT: