Demikian antara lain disampaikan Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menyikapi tingginya persentase golongan putih (golput) di Pilkada Jakarta dan beberapa daerah lain.
"Rendahnya partisipasi pemilih karena tidak ada jeda antara Pemilu dan Pilkada karena dilaksanakan di tahun yang sama," kata Hari kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu, 30 November 2024.
Khusus di Jakarta, Hari juga menyoroti penurunan partisipasi pemilih karena status pasangan calon yang bukan warga asli Jakarta.
"Jenuhnya pemilih karena paslon yang dimunculkan lahir bukan dari akar rumput ,tapi usulan parpol yang dipaksakan untuk dicalonkan," kata Hari.
Imbasnya, sosialisasi tidak berjalan maksimal sehingga tingkat partisipasi pemilih Pilkada Serentak 2024 hanya di kisaran 60 persen. Terlebih dengan anggaran sosialisasi sebesar Rp 37 T, ternyata tidak dapat mengerek angka partisipasi sesuai harapan.
"Apakah ini akan terjawab untuk 5 tahun mendatang? Sebab Pemilu dan Pilkada akan terselenggara kembali sampai 1 periode. Barangkali peningkatan partisipasi pemilih akan meningkat jika pesta demokrasi terselenggara 5 tahun sekali," tegas Hari.
Jumlah partisipasi pemilih pada Pilkada Jakarta 2024 jadi yang terendah sepanjang sejarah.
“Kalau memang sekilas kami monitoring kemarin memang tingkat partisipasi di angka 50-60 persennya,” kata Ketua KPUD Jakarta Wahyu Dinata kepada wartawan di kantornya di Jakarta, pada Kamis, 28 November 2024.
Terbukti, menurut data yang ada angka partisipasi pemilih pada pilkada Jakarta 2024 tercatat hanya mencapai sekitar 4,3 juta suara. Sementara jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 8,2 juta.
BERITA TERKAIT: