Langkah PN Jakpus memutus gugatan perkara perdata yang dilayangkan Partai Prima itu dinilai bukan kompetensi pengadilan umum.
“Dalam kasus ini hakim PN jelas-jelas salah, untuk itu pengadilan tinggi harus membatalkan putusan itu. Karena bukan kompetensi pengadilan umum cq (casu quo) PN untuk memeriksa/memutus perkara sejenis ini,†kata Wasekjen DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/3).
Magister Hukum jebolan Universitas Indonesia (UI) itu mempertanyakan apakah eksepsi kompetensi absolut diajukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sidang perkara itu.
Eksepsi kompetensi absolut merupakan eksepsi yang menyangkut pembagian kekuasaan antara badan-badan peradilan untuk memeriksa perkara, apakah peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, atau peradilan tata usaha negara.
“Tolong dijawab KPU? Jika tidak diajukan kalian juga ikut salah,†kata Jansen.
Meskipun, kata Jansen, jika eksepsi kompetensi absolut tidak diajukan, hakim PN Jakpus harusnya tetap menyatakan bahwa tidak berwenang memeriksa perkara itu.
Menurut Jansen, soal eksepsi atau tidak, sifatnya fakultatif alias tidak wajib. Sebab, prinsip hukum itu berlaku universal “ius curia novit†(Hakim dianggap tahu hukumnya).
“Untuk itu, tolong KPU sampaikan dokumen soal eksepsi kompetensi absolut yang kalian ajukan di sidang ini, ke publik. Karena banyak juga pencari keadilan yang tidak tahu tentang ini. Tapi jika sudah ada dan dikesampingkan, maka hakimnya yang salah di situ,†tandasnya.
Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU yang dilayangkan partai tersebut pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU yang menetapkannya sebagai partai dengan status Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Padahal, setelah dipelajari dan dicermati oleh Partai Prima, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS ternyata juga dinyatakan Memenuhi Syarat oleh KPU dan hanya ditemukan sebagian kecil permasalahan. Akibat kecerobohan itu, PN Jakpus menghukum KPU untuk menunda Pemilu.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan yang diketok oleh ketua majelis T Oyong dengan anggota Bakri dan Dominggus Silaban itu.
BERITA TERKAIT: