Gugatan tersebut, memang sudah ditolak oleh 8 partai politik yang memiliki keterwakilan di DPR RI. Hanya PDI Perjuangan yang menyatakan tidak menolak.
Soal dinamika itu, anggota Fraksi PKB DPR RI Luqman Hakim mengatakan, jika petitum yang diajukan penggugat dikabulkan, maka akan terjadi kekacauan pada sistem pemilu.
"Apabila petitum yang mereka ajukan dikabulkan MK, akan terjadi kekacauan dalam pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang," ujar Luqman Hakim dalam diskusi Lingkar Diskusi Indonesia (LiDI) bertajuk "Mencermati Pro dan Kontra, serta Dampak Sistem Pemilu Proposional Tertutup di Tengah Proses Judicial Review oleh Mahkamah Konstitusi" pada Kamis (9/2).
Dijelaskan Luqman Hakim, pada Pasal 420 UU Pemilu khususnya huruf (d) ini mengatur tatacara konversi suara menjadi kursi partai politik di satu daerah pemilihan dengan metode Sainte Lague. Yakni suara sah yang diperoleh setiap partai dibagi dengan bilangan ganjil mulai dari 1, 3, 5, 7 dan seterusnya.
"Perhitungan ini untuk menentukan apakah partai politik berhak mendapatkan alokasi kursi parlemen dan berapa jumlah kursi yang berhak diperoleh," terangnya.
Menurut mantan Wakil Ketua Komisi II DPR RI ini, menghapus huruf (d) Pasal 420 ini, akan menyebabkan kebuntuan dan kekacauan ketika masuk tahapan pembagian kursi bagi peserta pemilu.
"Dengan demikian, jika MK mengabulkan petitum para penggugat terhadap Pasal 420, maka Pemilu 2024 mendatang tidak bisa menghasilkan kursi parlemen bagi semua partai politik peserta pemilu," tuturnya.
Sementara itu, Komisioner KPU RI yang diwakili Idham Kholik mengatakan, pihaknya berkomitmen untuk menyelenggarakan Pemilu 2024 berdasarkan UU 7/2017.
"Yakni menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 Ayat 2 UU Pemilu dan dikuatkan oleh Putusan MK RI Nomor 22-24/PUU-VI/2008 pada 23 Desember 2008," pungkasnya.
BERITA TERKAIT: