Pakar ekonomi dari CORE, Dwi Andreas Santosa menilai momen ini bisa menjadi perbaikan kinerja Bulog yang dinilai belum profesional dalam menangani logistik dalam negeri.
"Ada permasalahan profesionalisme pada Bulog. Satu perusahaan beras swasta saja bisa
survive meski kapasitasnya seperdelapan dari kemampuan Bulog. (Sedangkan) Bulog yang kapasitasnya 8 kali lipat dari swasta tidak mampu (menjamin ketersediaan beras)," kritik Andreas kepada wartawan, Rabu (2/11).
Disebutkan, stok CBP di Perum Bulog mengalami penurunan. Per Oktober 2022, stok beras Bulog hanya 673.613 ton atau 11,2 persen.
Gurubesar IPB ini lantas menyinggung program Bulog yang selama ini dijalankan belum efektif. Sebut saja bantuan pangan Raskin/Rastra
“Dengan sistem Raskin dan Rastra, ada kebocoran. Itu kenapa diganti ke BPNT (bantuan pangan non-tunai). Dan keputusan pemerintah mengganti ke BPNT sangat menguntungkan bagi penerima manfaat.†imbuhnya.
Padahal, Andreas menyebut Bulog saat ini masih diberikan sejumlah fasilitas untuk menopang kinerjanya. Dibanding swasta, kata dia, Bulog memiliki pergudangan hingga pemberian bunga yang rendah dibanding swasta.
"Dari sisi itu saja dia (Bulog) harus lebih untung dibandingkan swasta. Hanya memang Bulog harus diberi fleksibilitas untuk menjual di pasar,†demikian Dwi.
BERITA TERKAIT: