Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menjadi salah satu lembaga non-pemerintah yang terlibat dalam pembahasan tersebut. Hadir langsung dalam kesempatan itu Ketua APJII, Muhammad Arif.
Arif menyatakan, pertukaran data lintas negara terkait erat dengan kepentingan publik. Oleh karena itu, menurutnya, setiap negara perlu mempertimbangkan dan menyusun secara matang kebijakan yang akan diambil.
Kebijakan tersebut, kata Arif, bisa dengan memuat aturan pemrosesan data maksimal secara domestik. Dengan begitu, menurutnya,
“setiap negara sumber data akan dapat memaksimalkan potensi peningkatan ekononomi, inovasi, dan ekosistem domestiknya,†ujar Arif dalam keterangannya, Senin (25/7).
Untuk merealisasikan hal itu, menurut Arif, pemerintah Indonesia secara khusus perlu melibatkan pemangku kebijakan teknis. Alasannya, berdasarkan tipologi jaringan di Indonesia, setiap penyedia jaringan harus terhubung dengan internet exchange untuk efisiensi rute menuju server konten.
“Oleh karena itu, di internet, semua pihak (operator, pemilik data, dan pemerintah) sudah saling terhubung dan percaya,†kata Arif
“Jadi, maksud saya ke depan jika kita sudah memutuskan regulasi
cross border,
internet exchange bisa menjadi pintu gerbang arus data,†imbuhnya.
Lebih lanjut Arif menekankan, setiap negara perlu memprioriraskan perlindungan data yang akan digunakan atau diproses di luar negeri.
“Terakhir, setiap negara yang menjadi sumber data memiliki kepentingan yang paling signifikan dalam menentukan kebijakan aliran data terkait data dari negaranya sebagai bagian dari kedaulatannya,†pungkasnya.
Hasil pembahasan arus data lintas negara ini akan dibawa ke pertemuang tingkat menteri negara G20 pada September 2022 nanti. Indonesia punya misi aturan data lintas negara harus sinergi dengan aturan perlindungan data pengguna yang kini sedang disusun DPR.
BERITA TERKAIT: