Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dua Tahun Jokowi-Maruf, PB PMII: Kemandirian Ekonomi dalam Visi Indonesia Maju Hanya Ilusi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Sabtu, 30 Oktober 2021, 01:55 WIB
Dua Tahun Jokowi-Maruf, PB PMII: Kemandirian Ekonomi dalam Visi Indonesia Maju Hanya Ilusi
Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PB PMII)/Ist
rmol news logo Kemandirian ekonomi dan pemberantasan korupsi, menjadi catatan minor dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin. Bahkan, dua isu itu tidak lebih dari sekadar ilusi.

Begitu catatan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PB PMII) yang disampaikan Ketua Bidang Pertahanan dan Keamanan PB PMII, Muhammad Arsyad.

Arsyad menilai, pembangunan infrastruktur selama ini tidak efisien bahkan tidak tepat guna. Ia mencontohkan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang biayanya membengkak dan mengubah skema awal dari bisnis ke bisnis menjadi pendanaan dari APBN yang membuat pemerintah harus mengucurkan dana sebesar Rp 4,5 triliun untuk proyek itu.

"Suntikan dana ini jelas menjadi beban keuangan negara di tengah masa sulit defisit APBN yang mencapai Rp 452 triliun hingga akhir September 2021," ujar Arsyad kepada wartawan, Jumat (29/10).

Kereta cepat Jakarta-Bandung, kata dia, berpotensi menjerumuskan Indonesia kedalam utang tersembunyi. Menurutnya pemerintah harus berhati-hati jangan sampai Indonesia jatuh pada China’s debt trap.

"Ambil pelajaran dari kasus Pelabuhan Hambantota di Sri Lanka dan Kereta Api Kenya. Jangan sampai kereta cepat Jakarta-Bandung bernasib seperti Kereta Mombasa-Nairobi di Kenya," katanya.

Selain itu, Arsyad juga menyoroti monopsoni penjualan bijih nikel ke perusahaan smelter China yang merugikan penambang Indonesia. Yakni, harga bijih nikel yang dijual ke smelter China lebih murah dibanding harga jual bijih nikel di pasaran internasional.

"Lalu untuk apa membangun smelter di dalam negeri jika ekspor langsung ke pasaran internasional harganya lebih bagus, jadi visi penciptaan nilai tambah dalam negeri malah tidak terjadi," herannya.

Sementara itu, dalam bidang penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, Arsyad menyoroti kebijakan pemerintah yang payah ketika Presiden Jokowi tidak bergeming saat 57 pegawai KPK dipecat.

Akibatnya, kata dia, persepsi publik nyata negatif terhadap komitmen penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh pemerintah.

"Oleh karena itu, PB PMII mendesak pemerintah untuk memperkuat KPK dengan menerbitkan Perppu bagi UU KPK serta mendorong pemberantasan secara tuntas kasus-kasus korupsi di Indonesia," tandasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA