Beragam
peristiwa mulai dari Kebangkitan Nasional 1908, Sumpah Pemuda 1928,
Kemerdekaan 1945, Kesaktian Pancasila 1966 hingga Reformasi 1998,
digerakkan oleh pemuda.
Begitu tegas Sekretaris Jenderal Pengurus
Pusat Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika),
Syaroni H. Amin kepada
Kantor Berita Politik RMOL
sesaat lalu, Kamis (28/10).
“Hari ini merupakan peringatan 93
tahun Sumpah Pemuda. Dalam momen penting ini perlu mencermati posisi dan
kondisi negara Indonesia pada saat ini,†tegasnya.
Syaroni
mengurai bahwa berdasarkan data yang dihimpun oleh Himanika, disimpulkan
bahwa Indonesia sedang dalam kondisi yang memprihatinkan. Sejumlah
persoalan melilit dan butuh jalan keluar.
Per September 2021,
utang menumpuk mencapai Rp 6.711,52 triliun. Utang tersebut bersumber
dari Surat Berharga Negara (SBN) dengan bunga yang cukup tinggi dan juga
dari pinjaman.
Sebagai perbandingan, kupon/bunga SBN saat ini
mencapai 6,15 persen. Sementara negara-negara ASEAN menetapkan bunga
yang jauh lebih rendah, yakni Singapura 1,77 persen, Malaysia 3,6
persen, Vietnam 2,13 persen, dan sebagainya.
“Perbandingan
lainnya, suku bunga BI juga hanya 3,5 persen dan bunga deposito
perbankan hanya 2,68 persen. Maka wajar jika SBN selalu diserbu oleh
investor, karena bunganya yang terlalu ketinggian,†terang Syaroni.
Dia
mengingatkan bahwa utang membengkak berkonsekuensi terhadap membesarnya
biaya bunga yang harus dibayar. Pada 2021 ini, APBN harus
mengalokasikan biaya bunga sebesar Rp 366,2 triliun. Sementara pada 2022
naik menjadi 405,87 triliun.
“Tidak hanya negara yang terlilit
utang, sejumlah BUMN juga terjebak dalam kubangan utang. Bahkan sejumlah
BUMN strategis, seperti Garuda Indonesia, sedang diambang kebangkrutan
dengan lilitan utang mencapai Rp 98,79 triliun,†urainya.
Namun,
sambung Syaroni, melonjaknya utang dan bunga utang ternyata belum mampu
mewujudkan kesejahteraan untuk rakyat. Sebaliknya, angka kemiskinan dan
pengangguran melonjak naik. Sementara UMKM banyak yang gulung tikar.
Atas
dasar itu, Koordinator Presidium PP Humanika Sobarul Fajar mengeluarkan
4 desakan. Pertama, stop utang baik utang SBN maupun pinjaman.
Menurutnya,
SBN dengan bunga yang tinggi menjadi biang keladi tersedotnya uang dari
perputaran perekonomian, turunnya kredit perbankan serta terganggunya
penguatan sektor riil.
Selain itu, bunga yang tinggi telah
menjadi beban APBN. Dana yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat
terpaksa dialokasikan untuk membayar bunga hutang.
“Kedua, perlu
moratorium dan bahkan pembatalan proyek-proyek ambisius. Saat ini tidak
tepat memaksakan proyek ambisius yang didanai dari utang. Sebaiknya
dana dari utang dipergunakan menambah bantuan sosial untuk rakyat dan
memperkuat usaha UMKM,†sambung Sobarul.
Ketiga, selamatkan BUMN
strategis. Akibat salah kelola dan lilitan utang, sejumlah BUMN terancam
bangkrut. Harus ada upaya penyelamatan terhadap BUMN strategis tersebut
dan secara paralel melakukan penindakan secara tegas terhadap
pihak-pihak yang bertanggung jawab atas bangkrutnya BUMN. Pengelola BUMN
baik komisaris/direksi perlu perlu ditindak secara pidana.
“Terakhir,
percepatan penyitaan aset pengemplang BLBI Rp110 triliun. Aset-aset
pengemplang BLBI bisa menjadi alternatif pemasukan negara. Karena itu,
penyitaan aset pengemplang BLBI harus dilakukan secara serius, cepat,
dan transparan,†tutupnya.