Rencana pemberian nama ini sendiri merupakan bagian dari tata krama diplomatik. Di mana pemerintah Turki telah memberikan nama jalan di depan KBRI Ankara dengan nama Presiden RI pertama, Ir Soekarno. Indonesia lantas memberikan nama jalan di DKI Jakarta sesuai dengan yang dikehendaki Turki.
Adapun belakangan nama yang muncul terdengar adalah pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk.
"Kalau pemerintah menawarkan Turki untuk menominasi nama, lalu Turki sudah memberikan, kemudian kita tolak, tentu secara diplomatis ini tidak elok," ujar Gurubesar Hukum Internasional Fakultas Hukum dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana kepada wartawan, Rabu (20/10).
Bagi Hikmahanto, ada kebiasaan di dalam hubungan diplomasi untuk bertukar nama tokoh satu negara. Tujuannya, untuk menghargai tokoh dari negara sahabat.
Hikmahanto memastikan bahwa hal ini merupakan hal yang lumrah dan tidak melanggar aturan.
“Keuntungannya adalah persahabatan semakin erat," ujarnya.
Di satu sisi, Hikmahanti menilai bahwa penolakan dari masyarakat merupakan hal yang lumrah terjadi. Hanya saja, dalam konteks ini pemerintah memegang kendali.
“Jadi pemerintah lah yang menentukan. Bisa saja pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat, tapi bisa juga tidak," katanya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: