Sebab berdasarkan pengalaman, pemilihan presiden yang hanya menempatkan dua pasangan calon cenderung memicu kegaduhan dan pembelahan.
"Okelah kita terima adanya
presidential threshold, tapi jangan yang meminimalisir peran partai politik peserta pemilu yang bisa mencalonkan calon presiden,†ucap Wakil Ketua Dewan Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid ketika berbincang dengan
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (3/6).
Ia mencontohkan, opsi ideal gelaran pesta lima tahunan itu seperti pada Pilpres 2004 dan 2009 dengan menghadirkan banyak pilihan dan minim pembelahan. Padahal saat itu, pengajuan paslon juga mengacu pada ambang batas pencalonan presiden.
Kini, adanya ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen tentu akan berdampak pada minimnya pilihan paslon yang bisa diajukan parpol. Bahkan bukan tidak mungkin opsi dua paslon akan kembali terulang seperti Pilpres 2019.
Menurut Hidayat, jika mengacu pada ketentuan UUD 1945 Pasal 6 huruf (a) ayat 2, calon presiden dan wakil presiden dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Namun sayang, adanya PT 20 persen seakan menjadi batu sandungan untuk menghadirkan banyak paslon.
"Tahun 2004 dan 2009 diselenggarakan pilpres dengan
presidential threshold. Nyatanya pesertanya lima calon, itu ada SBY-JK, Mega-Hasyim, dan sebagainya. Kemudian di tahun 2009, ada tiga calon dan itu semuanya sesuai dengan konstitusi UUD,†katanya.
“Dan tidak menghadirkan pembelahan, kegaduhan dan atau perasaan seolah-olah tidak terwakili. Itulah yang menurut kami yang ideal,†tandasnya.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: