“Dalam UU Tipikor kita kan memang ada kasus korupsi tertentu, di mana ancaman hukumannya sampai hukuman mati. Misalnya pada saat bencana alam, pada saat negara krisis ekonomi,†ucap anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani di komplek parlemen, Senayan, Rabu (11/12).
Menurutnya, hukuman mati untuk koruptor bukanlah hal baru. Namun dalam praktik peradilannya memang belum pernah terjadi. Baru ada hukuman seumur hidup pada zaman Orba dalam kasus Budiani, yang ditangani Hakim MK Akil Muchtar.
Namun demikian, menurut Arsul masyarakat tidak perlu mengedepankan emosi dalam menanggapi wacana hukuman mati yang diajukan Presiden Jokowi.
“Tetapi kita tentu tidak boleh emosional di dalam menanggapi soal isu pidana mati, meskipun kasus korupsi itu adalah kejahatan serius, kejahatan luar biasa. Karena kalau kita lihat di dalam UU Tipikor, spektrum tindak pidana korupsi itu ada lebih dari 20. Mana yang bisa dihukum mati, mana yang tidak, sementara ini sudah diatur di dalam UU Tipikor kita,†jelasnya.
Arsul pun menyerahkan sepenuhnya kepada hakim yang menjatuhkan hukuman terhadap para koruptor sesuai dengan syarat dan unsur pasal yang dikenakan.
“Tinggal kita kembali kepada hakim, tentu hakim kalau menjatuhkan itu pertama terpenuhi dulu syarat unsur yang ada di pasal, misalnya di keadaaan bencana alam, dan genting,†paparnya.
“Yang kedua adakah kuantumnya, besaran uang yang dikorupsi. Jadi saya kira itu kalau misalnya ancaman pidana mati mau diperluas, ya itu bukan menjadi hal yang tertutup kemungkinannya. Tapi memang perlu revisi UU Tipikornya,†tandasnya.
BERITA TERKAIT: