Namun demikian, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen Hamli mengingatkan bahwa kampus tidak perlu melakukan pengusiran bagi mereka yang terindikasi radikal.
Sebaliknya, jika gejala-gejala tersebut mulai muncul, maka kampus harus melakukan pendekatan persuasif kepada orang bersangkutan agar bisa kembali ke paham yang benar.
“Mereka jangan dijauhi oleh lingkungannya,†ujarnya saat memberikan paparan pada Dialog Pelibatan Civitas Academica Dalam Pencegahan Terorisme di Institute Teknology Kalimantan (ITK) Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (9/7).
Lebih lanjut, dia mengurai tentang tiga tahap perubahan seseorang hingga menjadi terorisme. Pemahaman ini perlu dimiliki agar bisa menghalau pertumbuhan radikalisme den terorisme di tengah masyarakat, khususnya di lingkungan perguruan tinggi.
“Pertama, intoleransi. Orientasi negatif atau penolakan seseorang terhadap hak-hak politik dan sosial dari kelompok yang ia tidak setuju,†jelasnya.
Selanjutnya adalah radikalisme, yaitu suatu ideologi dan paham yang ingin melakukan perubahan pada sistem sosial dan politik dengan menggunakan cara-cara kekerasan atau ekstrim.
“Paham ini menyuburkan sikap intoleran, anti pancasila, anti NKRI, penyebaran paham takfiri. dan menyebabkan disintegrasi bangsa,†terang mantan Analis Kebijakan Madya Bidang Penindakan Densus 88/Antiteror Polri ini.
Terakhir adalah terorisme, yaitu perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
BERITA TERKAIT: