KSPI: UMK Tidak Harus Tunduk PP 78/2017, Gubernur Jatim Contohnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Selasa, 20 November 2018, 09:42 WIB
KSPI: UMK Tidak Harus Tunduk PP 78/2017, Gubernur Jatim Contohnya
Foto: Net
rmol news logo Buruh menuntut penetapan Upah Minimum Kota (UMK) di atas ketentuan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015.

Semua gubernur diajak untuk menetapkan UMK yang lebih tinggi kepada buruh di provinsi masing-masing.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal menyampaikan, untuk penetapan UMK yang lebih tinggi, seorang gubernur tidak harus tunduk atau mengikuti ketentuan PP 78/2015.

"Gubernur tidak harus tunduk pada PP Nomor 78 Tahun 2015. Pak Gubernur Jawa Timur, Soekarwo contohnya. Beliau menetapkan UMK didasarkan pada survei komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan berdasarkan rekomendasi Bupati atau Walikota," tutur Said dalam keterangan persnya.

Said Iqbal menilai sudah tepat langkah yang diambil Soekarwo dengan menetapkan UMK berdasarkan Pasal 88 dan 89 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

"Bagi Gubernur yang sudah terlanjur menetapkan seperti DKI Jakarta, harus dilakukan revisi. Seperti DKI, harus direvisi menjadi Rp 4,2 juta. Sedangkan yang belum menetapkan, UMK-nya harus naik 20-25 persen sesuai dengan hasil survey KHL," terangnya.

Faktanya, lanjut dia, baru-baru ini Mahkamah Agung (MA) menerbitkan putusan yang memenangkan buruh terkait dengan gugatan UMP DKI Jakarta dan Kota Serang, Provinsi Banten.

Buruh Kota Serang Adi Satria Lia, Hidayat Saefullah, Ivan Taufan, dan Zamroni mengajukan gugatan di PTUN Serang terkait UMK Serang tahun 2017. Saat itu Gubernur menaikkan UMK sesuai PP 78/2015 sebesar Rp 2.866.595,3 atau hanya naik 8,25 persen. Padahal, Walikota Serang merekomendasikan kenaikan UMK 2017 sebesar Rp. 3.108.470,31 atau naik sekitar 17,38 persen.

Gugatan itu akhirnya dikabulkan oleh PTUN Serang dengan Putusan Nomor 11/G/2017/PTUN-SRG, tanggal 21 Juni 2017. Kemudian pada tingkat banding putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dengan Putusan Nomor 261/B/2017/PT.TUN.JKT, tanggal 15 November 2017.

Tak terima kalah, Gubernur Banten melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya sama. Dalam Putusan Nomor 146 K/TUN/2018, MA menolak kasasi yang diajukan Gubernur Banten.

Said Iqbal menegaskan, penetapan UMK di atas PP 78/2015 bukanlah kesalahan.

"Keputusan MA tersebut, memperkuat argumentasi KSPI bahwa tidak salah menetapkan UMK berdasarkan survei KHL," ujar Said Iqbal.

Karena itu, buruh akan turun ke jalan mendesak Gubernur Anies Baswedan agar merevisi UMP 2019. Selain itu, KSPI juga mendesak agar Gubernur Banten menjalankan putusan pengadilan.

"Meskipun tidak setuju dengan UMP DKI, tetapi buruh tetap mendukung kartu pekerja, KJP, dan rumah DP 0 persen," ujarnya.

Tak hanya di Jakarta dan Banten, kata Said Iqbal, buruh Indonesia di beberapa kota industri seperti Jawa Tengah, Batam, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, hingga Makasar akan kembali menggelar aksi besar-besaran untuk mendesak para gubernur dalam menetapkan UMK 2019 tidak menggunakan PP 78/2015.

"Aksi besar-besaran ini akan dilakukan secara tertib, damai, dan aman, sesuai dengan peraturan perundang-undangan," pungkasnya.[wid]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA