Perbaikan ke depan bisa dilakukan dengan penerapan ambang batas parlemen nol persen.
"Penerapan ambang batas yang tinggi tidak serta merta menyederhanakan partai politik. Yang diperlukan adalah pengaturan ambang batas pembentukan fraksi di DPR," demikian masukan Pengurus Pusat Muhammadiyah terhadap pembahasan RUU Pemilu.
Masukan PP Muhammadiyah dirangkum dalam keterangan pers yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekretaris Umum, Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dan Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed, di Jakarta, Jumat (9/6).
Keputusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang menyatakan pemilu diadakan serentak mengakibatkan penerapan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi tidak relevan. Untuk itu penerapan ambang batas pencalonan presiden nol persen merupakan pilihan paling tepat.
"Pemilu 2019 merupakan pemilu serentak pertama yang terdiri dari pemilu legislatif dan pemilu presiden, oleh sebab itu tidak relevan lagi jika diterapkan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden," kata Haedar.
Selain itu di dalam UUD 1945 juga disebutkan bahwa syarat untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden adalah diajukan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Dengan demikian partai politik manapun yang sudah mengalami verifikasi oleh KPU untuk menjadi peserta Pemilu 2019 dapat mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
"Meniadakan ambang batas pencalonan bertujuan untuk memberikan keadilan bagi semua peserta pemilu," tambah Haedar.
[ald]
BERITA TERKAIT: