Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Merajut Sinergi Perguruan Tinggi Dan Pemda

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/tatang-muttaqin-5'>TATANG MUTTAQIN</a>
OLEH: TATANG MUTTAQIN
  • Senin, 10 April 2017, 06:57 WIB
<i>Merajut Sinergi Perguruan Tinggi Dan Pemda</i>
Foto/Net
LEBIH dari satu dasawarsa, posisi pemerintah daerah (Pemda) di tingkat kabupaten dan kota menjadi sangat strategis dan kunci karena sebagian besar layanan masyarakat menjadi domainnya. Pemda kiwari menjadi ujung tombak paling depan dalam perubahan sosial masyarakat. Untuk itu, perguruan tinggi (PT) yang merupakan domain pemerintah pusat, perlu proaktif untuk melakukan sinergi dengan Pemda sehingga mampu memupus kesan menara gading dan mendekat dengan realitas kemasyarakatan. Jika PT mampu berkolaborasi dengan Pemda, sejatinya menjadi awal untuk memastikan berfunsinya Tri Dharma PT, yaitu: pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

Sejauh ini kolaborasi antara PT dengan Pemda masih sangat terbatas sehingga terjadi kesenjangan antara hasil kajian PT dengan praktik kepemerintahan dan kemasyarakatan. Untuk itu, sepekan lalu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Groningen (PPI Groningen) bekerjasama dengan Ikatan Alumni Universitas Hasanuddin (IKA Unhas) Belanda menyelenggarakan Seminar bertajuk "Sinergitas Perguruan Tinggi dan Pemerintah Daerah: Peluang dan Tantangan" yang didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) untuk Kerajaan Belanda dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI.

Seminar ini menghadirkan dua narasumber dari Tanah Air, yaitu Bupati Kabupaten Bantaeng, Nurdin Abdullah dan Ketua Dewan Riset Nasional Sulawesi Selatan, Muhammad Wasir. Paparan keduanya mampu memantik diskusi yang lebih mendalam dan konstruktif dengan sekitar sewratus mahasiswa dan diaspora Indonesia yang berada di Belanda. Apalagi jika merujuk penekun kajian desentralisasi, Rondinelli, kulaitas sumberdaya manusia dan tersedianya sumberdaya alam menjadi dua hal yang paling krusial dalam kokohnya sebuah bangsa, termasuk Pemda di dalamnya. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia saat ini dengan berbasis pada tiga pengukuran (pendidikan dengan rata-rata lama belajar dan angka buta huruf, kesehatan via angka harapan hidup dan daya beli) berada di posisi 113.

Berdasarkan diskusi yang lebih mendalam tersebut, ditemukan benang merah terkait pentingnya penguatan iklim penelitian di Indonesia antara lain perlunya penguatan kolaborasi antar pemangku kepentingan dan penguatan sisem integritas keilmuan. Di samping itu, pengukuran kinerja hasil penelitian yang terpublikasikan di jurnal ilmiah atau hak paten juga menjadi poin yang penting. Selanjutnya bagaimana beragam hasil kajian yang sudah terseleksi lewat publikasi dan paten tersebut diujicobakan untuk selanjutnya dilihat feasibilitasnya dimanfaatkan oleh pihak terkait, yaitu idustri dan Pemda.

Seminar yang dipandu oleh Presdium PPI Belanda dari Groningen yang sekaligus anggota IKA Unhas Belanda, Muhammad Akbar Bahar ini juga menemukenali beragam tantangan penelitian di Tanah Air, semisal rendahnya anggaran untuk penelitian. Selanjutnya, peranan Dewan Riset Nasional maupun Dewan Riset Daerah sering termarginalkan oleh kepentingan politis dari para pendukung para pemimpin daerah terpilih. Kecenderungannya, lanjutnya, pemerintah daerah lebih mendengarkan saran tim sukses yang belum tentu memiliki kapasitas yang mencukupi dalam analisis kebijakan, daripada sarang-saran para peneliti di perguruan tinggi. Hal ini tidak terlepas dari pemenuhan janji-janji politik selama kampanye.

Untuk memutus mata rantai penghambat sinergi Pemda dengan kemajuan penelitian dan pengembangan ini, diperlukan regulasi yang baik dan mekanisme yang mampu melahirkan sosok kepala daerah yang memiliki komitmen besar terhadap pembangunan daerahnya. Menurut pengalaman, Bupati Bantaeng, Nurdin Abdullah salah satu kunci keberhasilan pembangunan daerah adalah kerjasama dan pelibatan aktif PT dalam proses perencanaan, implementasi, dan evaluasi pembangunan. Salah satu contohnya adalah sinergi untuk menyelesaikan permasalahan kurang tersedianya infrasuktur untuk mengembangkan kapasitas dan kualitas masyarakat, serta belum mapannya sistem birokrasi daerah. Dari kerjasama ini, pemerintah mengupayakan pemanfaatan potensi daerah berdasarkan kondisi geografis.

Selain itu, birokrasi yang dipimpinnya juga berupaya untuk membenahi sistem pemerintahan dan memaksimalkan kinerja tenaga ahli yang sesuai dengan bidangnya untuk mengatasi permasalahan makro dan mikro. Hasil kerjasama ini terlihat dari menurunnya angka pengangguran, meningkatnya produktivitas masyarakat dan berkurangnya angka kematian. Catatan penting dari beliau adalah pemerintah daerah perlu untuk terus menggandeng PT untuk melakukan riset terkait dengan isu-isu yang ada di daerah. Nurdin sendiri merasa senang dan terbuka jika ada peneliti yang ingin memberikan sumbangsih untuk pembangunan daerah.

Rekomendasi penting yang juga disepakati pada acara diskusi tersebut adalah pentingnya untuk menumbuhkan sinergi lintas sektor pembangunan, lintas disiplin ilmu dan lintas jenjang pemerintahan, pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Kerja sama dapat terwujud diawali denga bsaling mengenal dan saling percaya. Kepercayaan bisa tumbuh jika ada komunikasi yang intensif antar pemangku kepentingan, serta adanya pengakuan atas kemampuan pihak lain. Tantangan selanjutnya adalah menumbuhkan kepercayaan antar pemangku kepentingan. Selain itu, Nurdin mengakui pentingnya memantapkan regulasi yang mampu memisahkan birokrasi dengan politik praktis agar kebijakan pembangunan berbasis data dan informasi ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan bukan berbasis dukungan politik semata.

Tentu saja pembahasan seminar dan pendalaman tersebut masih perlu dipertajam dan dikontekstualisasikan dalam realitas Pemda di Indonesia yang beragam sumberdayanya dan juga tingkat kemajuannya sehingga satu pilihan kebijakan untuk semua, adalah sebuah kemustahilan. Di sinilah detail tindak lanjut dari poin-poin penting yang ditemukenali dalam seminar tersebut terus didalamai dengan para peneliti lintas disiplin untuk menghasilkan konsep yang kokoh (teknikratis). Konsep kokoh ini lalu direfleksikan dengan realitas masyarakat dan kepemerintahan yang ada lewat dialog dan konsultasi publik sehingga mampu meraih simpati dan dukungan publik. Sejatinya kebijakan publik bisa terlaksana karena adanya legitimasi lewat dukungan politik dan publik. Wallahu'alam. [***]

Penulis adalah penekun kajian pendidikan tinggi dan anggota The James Coleman Association

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA