Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, menyorot unjuk rasa yang dilakukan Gerakan Solidaritas Peduli Freeport di depan Kementerian ESDM pada Selasa pagi (7/3).
"Kalau demo-demo jalanan terkait Freeport ditumpangi kepentingan perusahaan raksasa itu, GP Ansor mendesak kepada pemerintah untuk menghentikan perundingan," tegas Yaqut, dalam keterangan tertulis yang dikirimkan kepada wartawan, Selasa (7/3).
Menurut Yaqut, tekanan-tekanan melalui aksi massa menunjukkan Freeport tidak mau sengketa bisnis diselesaikan di atas meja perundingan.
"Tidak ada manfaatnya melanjutkan perundingan karena mereka melakukan penekanan melalui aksi massa," tegas anggota Komisi VI DPR RI itu.
Unjuk rasa karyawan Freeport menuntut agar pemerintah tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Padahal sesuai amanat konstitusi, dalam hal ini PP 1/2017 yang merujuk pada Pasal 169 dan Pasal 170 jo. Pasal 103 ayat (1) UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), perusahaan pertambangan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi diwajibkan melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba diundangkan, atau selambat-lambatnya tanggal 12 Januari 2014.
GP Ansor meminta Pemerintah untuk tetap menjalankan amanat konstitusi dan tidak mudah tunduk pada desakan apa pun. Selain itu, GP Ansor menilai bahwa eksplorasi yang dilakukan Freeport selama puluhan tahun tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport, baik untuk rakyat Papua maupun pemerintah Indonesia.
"Agak aneh ada gerakan peduli Freeport. Bukannya lebih pantas jika ada yang peduli Papua akibat eksplorasi tambang Freeport? Kerusakan alam Papua itu tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport," tegas Yaqut.
[ald]
BERITA TERKAIT: