Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Ketika Penasihat Presiden "Titip" Pesan Lewat Demonstran

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Rabu, 25 Januari 2017, 23:12 WIB
<i>Ketika Penasihat Presiden "Titip" Pesan Lewat Demonstran</i>
Pelantikan Wantimpres oleh Pak Jokowi
SAYA turut bersyukur KH Hasyim Muzadi telah sembuh. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu keluar dari Rumah Sakit Lavalette, Malang, Jawa Timur, pada pekan lalu (Selasa, 17/1). Selama sebelas hari dia menjalani perawatan karena faktor kelelahan.

Mantan Ketua Umum PBNU tersebut masih diperlukan negeri ini. Terutama dalam memberikan nasihat-nasihat yang terbaik kepada Presiden Joko Widodo. Bahkan ada sebagian kalangan yang berpendapat kalau seandainya Presiden mengikuti apa yang disampaikan Kiai Hasyim, mungkin kondisi sosial-politik akan adem-ayem, tak akan ada demo besar-besaran.

Loh kok bisa?

Sejak awal Kiai Hasyim sudah mengingatkan, bagi umat Islam di seluruh dunia ada tiga hal yang tidak boleh disinggung atau direndahkan. Yaitu Allah SWT, Rasulullah SAW dan Kitab Suci Al-Quran. Apabila salah satu, apalagi ketiganya disinggung dan direndahkan, pasti mendapat reaksi spontan dari umat Islam tanpa disuruh siapapun.

Yang menarik mantan Ketua MPR, Pak Amien Rais, menyinggung pendapat Kiai Hasyim tersebut saat berorasi dalam unjuk rasa Aksi Bela Islam I pada Jumat, 14 Oktober 2016, lalu. Unjuk rasa tersebut menuntut Basuki T. Purnama segera diproses hukum dan diberi hukuman setimpal terkait kasus dugaan penistaan agama.

"Saya telah bertemu dengan Pak Hasyim Muzadi, dan beliau sepakat ada tiga hal yang tak boleh dihina, yakni Allah, Nabi Muhammad, dan Al Quran," kata Pak Amien.

Tuntutan agar Ahok segera diproses hukum bertambah keras dan kencang disampaikan umat Islam. Terbukti, Aksi Bela Islam II pada 4 November 2016, jumlah massa yang ikut unjuk rasa semakin membesar. Tapi pihak Kepolisian belum juga menetapkan Ahok sebagai tersangka.

Sepekan setelah Aksi 411 tersebut, Kiai Hasyim mengeluarkan pernyataan pers. Dia menegaskan sebenarnya mudah untuk menuntaskan kasus tersebut. Karena sudah banyak kasus sejenis sebelumnya.

"Hal semacam ini sebenarnya pernah terjadi di Indonesia pada kasus Arswendo, Lia Eden, dan Musadek. Namun bedanya mereka tidak sebesar Ahok," sentilnya.

Bahkan saat itu dia menyatakan, upaya untuk menciptakan opini bahwa Ahok tidak menistakan agama tampak akan berlanjut.

"Kita masih menunggu hasil finalnya. Hasil final tersebut bergantung pada siapa yang dimintai pendapat dan fatwanya oleh pihak kepolisian. Semoga akan selaras dengan keputusan MUI (Majelis Ulama Indonesia)," katanya ketika itu.

Dalam sebuah kesempatan, pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam ini pun menyampaikan bahwa semestinya Presiden Jokowi segera menemui para demonstran yang meminta kasus Ahok tersebut segera dituntaskan. "Ini karena belum ketemu, padahal mereka sudah ke Istana. Semakin lama tertunda, maka emosi umat akan semakin meningkat, tentu masalahnya makin berat," ungkapnya.

Mengingat, Kiai Hasyim seorang Wantimpres, ada pihak yang mempertanyakan apakah pernyataan-pernyataannya tersebut sudah disampaikan secara langsung kepada Pak Jokowi. Bagaimana respons Pak Jokowi atas nasihat Kiai Hasyim? Dan dimana posisi Kiai Hasyim saat Pak Jokowi tak menemui demonstran pada aksi 411, begitu juga apa peran Kiai Hasyim saat Pak Jokowi pada detik-detik terakhir memutuskan ikut dalam shalat Jumat di Monas pada aksi 212?

Menengok Pengalaman Bang Buyung

Bang Adnan Buyung Nasution menjabat anggota Wantimpres pada periode awal, dalam kurun waktu 2007-2019. Pengacara senior yang meninggal dunia pada 23 September 2015 tersebut menjadi anggota Wantimpres Bidang Hukum.

Lewat buku "Nasihat untuk SBY", pendiri YLBHI tersebut menceritakan pengalamannya menjadi anggota Wantimpres selama hampir tiga tahun atau pada saat mulai memasuki paruh kedua pada periode pertama Pemerintahan Pak Susilo Bambang Yudhoyono.

Bang Buyung sendiri sadar keputusannya membukukan pengalamannya tersebut akan dipertanyakan sebagian orang. Mengingat anggota Wantimpres harus menjaga kerahasiaan. Pasal 6 Ayat (1) UU 19/2006 tentang Wantimpres menyatakan: "Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota Wantimpres tidak dibenarkan memberikan keterangan, pernyataan, dan/atau menyebarluaskan isi nasihat dan pertimbangan kepada pihak manapun."

Namun dia tetap membuka 'kerahasiaan' tersebut karena dua hal. Pertama, sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat atas tugas konstitusional yang diemban. Apalagi Wantimpres dengan segala status, wewenang, dan privilege dibayar dari dan oleh uang rakyat. Kedua, supaya dijadikan bahan renungan untuk melakukan perbaikan.

Dalam bukunya tersebut, Bang Buyung menyesalkan, mengingat strategisnya keberadaan Wantimpres karena diatur langsung oleh UUD 1945 dan keberadaannya setara menteri, tapi tidak dimanfaatkan secara maksimal. Penyebabnya adalah tidak tersedianya jalur komunikasi yang efektif antara Wantimpres dengan Presiden.

Misalnya saat anggota Wantimpres berkirim surat untuk menanyakan status anggota Wantimpres kepada Presiden. Karena dalam UU Wantimpres status tidak diatur dengan jelas. Butuh waktu sampai enam bulan untuk menunggu jawaban. Lewat Perpres 96/2007, Presiden mengatur anggota Wantimpres setingkat dengan menteri.

Begitu juga soal Amandemen Kelima UUD 1945. Permintaan pertama Presiden SBY kepada anggota Wantimpres setelah pelantikan pada 11 April 2007 adalah pandangan perlu atau tidaknya amandemen tersebut. Isu ini jugalah yang disampaikan Pak SBY saat bertemu Bang Buyung empat mata saat meminta Bang Buyung agar bersedia menjadi anggota Wantimpres.

Wantimpres pun menyiapkannya meski sempat ada dinamika di internal. Namun, selama tiga bulan Wantimpres tak kunjung mendapat tanggapan dari Presiden atas rekomendasi yang disampaikan tersebut. Celakanya, pada saat pertemuan kedua belah pihak, Presiden mengaku tidak pernah menerima rekomendasi tersebut. Artinya, tak sampai ke tangan Presiden.

Contoh lain terkait penentuan Hakim Mahkamah Konstitusi dari unsur Pemerintah. Bang Buyung mengaku sampai stres karena kurang responsifnya Presiden. Meski pada akhirnya berbuah manis, kinerja Bang Buyung Cs dalam menjaring calon hakim MK dari unsur Pemerintah diterima Pak SBY.

Dia menjelaskan dalam kurun waktu 1,5 tahun hanya tiga kali Wantimpres bisa berkomunikasi secara langsung dengan Presiden. Bahkan pada satu tahun terakhir sama sekali tidak ada pertemuan antara Wantimpres dengan Presiden.

Sementara Wantimpres, seperti diatur dalam Pasal 4 Ayat (1-3) UU 19/2006, bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, baik diminta maupun tidak diminta oleh Presiden, yang disampaikan secara perseorangan maupun kolektif dari seluruh anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Makanya, anggota Wantimpres yang aktif harus berjuang sekuat tenaga agar nasihat dan pertimbangannya sampai kepada Presiden. Tak bisa hanya menggunakan jalur formal birokasi. Selain berkomunikasi melalui Mensesneg, Seskab, atau menyampaikan langsung lewat SMS, Bang Buyung juga sering bergerilya di sela-sela resepsi atau acara kenegaraan.

Bahkan dia juga pernah terpaksa menyampaikan nasihatnya kepada Presiden lewat pers, sesuatu hal yang dilarang, seperti diatur Pasal 6 Ayat (1).

Misalnya saat polemik hak interpelasi anggota DPR ketika itu terkait kenaikan harga BBM. Bang Buyung bicara langsung kepada pers untuk menjelaskan kepada publik duduk persoalannya bahwa Presiden tidak punya kewajiban untk hadir di DPR cukup diwakili menteri. Tindakan tersebut tidak disalahkan oleh Pak SBY.

Malah pernah juga Pak SBY meminta langsung kepada Bang Buyung untuk menyampaikan kepada pers soal nasihatnya bahwa Presiden cukup menyerahkan satu nama calon Gubernur Bank Indonesia ke DPR. Karena saat itu ada Wantimpres lain menyarankan Pak SBY tetap mengajukan dua nama.

Yang menarik, Bang Buyung juga pernah marah menanggapi kebijakan Presiden karena tak dikonsultasikan kepadanya selaku anggota Wantimpres bidang Hukum. Pertama saat Presiden mengumumkan mengeluarkan Perppu mengenai pengisian lowongan tiga pimpinan KPK periode 2007-2011 yang saat itu tersandung kasus. Dia tidak sepakat Presiden yang menentukan ketiga Plt menginngat KPK adalah lembaga independen.

Kedua, Bang Buyung menyampaikan kekecewaanya secara langsung dalam sebuah rapat kabinet di Istana Tampaksiring, Bali. Yaitu terkait langkah Presiden melaporkan langsung kasus pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya tanpa terlebih dahulu konsultasi kepadanya. Karena menurutnya, tidak harus Presiden sendiri yang mendatangi Polda. Bang Buyung mengapresiasi sikap SBY karena mau mendengar kritik dan mengakui kesalahannya.

Sementara para menteri dan anggota Wantimpres lainnya, usai sidang tersebut memuji Bang Buyung karena keberaniannya mengkritik Pak SBY secara langsung. Sedangkan Bang Buyung dalam hatinya mempertanyakan mereka yang tak berani bicara sepatah kata pun dalam sidang kabinet tersebut.

Bahkan Bang Buyung pernah nyaris mau mengundurkan diri dari anggota Wantimpres karena nasihatnya agar Pak SBY tidak menandatangani RUU Pornografi yang telah disahkan DPR tak diindahkan. Tapi hal itu urung dilakukannya karena banyaknya permintaan agar dia tetap bertahan.

Apalagi setelah itu, dia mendapat tugas khusus dari Presiden selaku anggota Wantimpres bidang Hukum. Seperti membentuk Pansel Hakim Konstitusi, menjadi anggota Tim Rekomendasi (Tim 5)  Untuk Memilih Tiga Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, dan menjadi Ketua Tim 8 Untuk Memverifikasi kasus Bibit-Chandra.

Apalagi, untuk pembentukan Tim 5 merupakan usulan Bang Buyung setelah dia protes atas keputusan Pak SBY mengeluarkan Perppu seperti disinggung di atas.

"Bang Buyung, ini memang gagasan yang cerdas dari abang, saya berterima kasih mendapat solusi  ini," kata Pak SBY saat pelantikan Tim 5 di Istana pada 24 September 2009, seperti dikutip dari buku tersebut.

Karena itu selama menjadi anggota Wantimpres, ada nasihatnya yang diterima, ada yang tidak, bahkan ada yang tak mendapat tanggapan sehingga dia tidak tahu apakah rekomendasinya tersebut disetujui atau tidak. Dalam buku itu, dia menjelaskan secara rinci.

Yang jelas, dalam interaksinya selama menjadi anggota Wantimpres, Bang Buyung menilai Pak SBY bukan tipe pemimpin yang cepat, tanggap, dan tangkas dalam mengambil keputusan ketika menghadapi persoalan. Namun, bukan berarti tidak mampu mengambil sikap dan keputusan.

"Sebab, dari pengalaman saya selama ini, saya tahu persis bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mau mendengar alias terbuka pikirannya, tapi perlu argumentasi yang kuat dan waktu yang cukup baginya untuk mengambil keputusan," tulis Bang Buyung.

Bagaimana Wantimpres saat ini?

Kita sendiri tidak tahu apakah kendala yang dihadapi Bang Buyung dahulu dalam menyampaikan nasihat juga dialami oleh Wantimpres saat ini. Tapi yang jelas, publik menilai bahwa beberapa pernyataan Kiai Hasyim, salah satu anggota Wantimpres, terkait kasus Ahok tak sejalan dengan Pak Jokowi. Bahkan pendapat Kiai Hasyim soal Ahok misalnya, sepertinya disampaikan pertama kali di publik oleh 'demonstran' seperti disebutkan di atas.

Karena itu memang, ada baiknya juga semua Wantimpres kelak membukukan pengalaman selama menjadi penasihat Presiden seperti dilakukan Bang Buyung. Agar publik tahu apa saja nasihat yang diberikan kepada Pak Jokowi, mana dari nasihat tersebut yang dijalankan atau sebaliknya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA