"Dengan mengubah UU hak cipta dari delik biasa menjadi delik aduan, telah menyebabkan kesulitan polisi dalam memberantas pembajakan film. Polisi harus menunggu aduan dari pelaku industri yang dirugikan," ujar anggota Komisi III DPR RI, Wihadi Wiyanto, kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (27/3).
Juga, lanjutnya, masih banyak polisi yang belum tahu mekanisme pengaduannya, sehingga polisi pun sering mempersulit pengaduan pihak pelaku industri karena tidak ada juklak (petunjuk pelaksanaan) dari Menkumham dan Dirjen HKI.
"Kondisi ini sudah berjalan sejak UU tersebut diundangkan pada September 2014. Jadi ada kesengajaan dari pihak Dirjen HKI," jelasnya.
Dia mengungkap, pada saat sidang dengar pendapat dengan Menkumham pada periode sidang yang lalu, sudah diminta untuk secepatnya membuat juklak tersebut. Namun, hingga saat ini tidak ada reaksi dari Dirjen HKI maupun Menkumham.
Menurut politisi Partai Gerindra ini, kasus di atas adalah cacat tambahan Menkumham yang sekarang sedang terancam angket DPR RI terkait isu intervensi partai politik.
"Selain hak angket tentang masalah partai politik, Menkumham ternyata juga tidak cakap dalam menjalankan tugas-tugasnya karena yang seharusnya diganti itu Dirjen HKI, bukan Dirjen AHU seperti yang terjadi sekarang," ujar Wihadi.
"Dirjen HKI berbuat sesuka hati dan dibiarkan menteri yang sibuk berpolitik. Hak angket sepertinya memang layak untuk Menkumham," tambahnya.
Wihadi pun menyatakan bahwa saat ini sedang ada wacana untuk menggugat (jidicial review) UU Hak Cipta Pengganti UU No 19 Tahun 2002 itu ke Mahkamah Konstitusi.
[ald]
BERITA TERKAIT: