Lengah Sikapi ISIS, Ancaman Teror di Indonesia Bukan Wacana

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-1'>ADE MULYANA</a>
LAPORAN: ADE MULYANA
  • Sabtu, 02 Agustus 2014, 20:39 WIB
Lengah Sikapi ISIS, Ancaman Teror di Indonesia Bukan Wacana
rmol news logo . Pemerintah harus tegas menyikapi keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang mulai menanamkan pengaruh di sejumlah daerah di Indonesia.

Keberadaan ISIS tidak boleh dianggap remeh sebab akan menjadi ancaman serius bagi keragaman dan kebhinekaan di Indonesia oleh paham radikal dengan pendekatan kekerasan yang terlegitimasi agama sebagaimana dipraktikkan oleh ISIS di Timur Tengah.

Demikian disampaikan Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Unpad, Muradi, dalam keterangannya (Sabtu, 2/8).

Menurut dia menguatnya eksistensi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di wilayah Irak dan Suriah memberikan stimulasi jejaring dan paham radikal untuk memperkuat basisnya di Indonesia ditandai dengan dilakukannya deklarasi pendirian ISIS Indonesia di Solo, Bima, dan sejumlah wilayah di Indonesia lainnya.

Pendirian ISIS, katanya, menjadi titik temu sejumlah figur dan organisasi berpaham radikal yang paskah tewasnya Dr. Azahari dan Noordin M. Top dan kemudian Osama bin Laden tercerai berai dan cenderung tiarap. Bahkan tidak sedikit figur atau kelompok yang sebelumnya berseberangan dengan jejaring Jemaah Islamiyah ikut bergabung untuk berjihad ke Timur Tengah.

"Sedikit saja pemerintah lengah dan lambat dalam merespon, maka ancaman aksi teror dan kekerasan atas nama agama dan ancaman atas keberagaman Indonesia bukan sekadar wacana," kata Muradi.

Dari catatannya, sejak didirikan, ISIS Indonesia telah mengirimkan lebih dari 200 anggotanya ke Irak dan Suriah via Turki. di Di luar sel organisasi yang bekerja di bawah tanah keanggotaan, ISIS di Indonesia telah membengkak mendekati angka 1000 anggota.

Untuk menyikapi fenomena ini Muradi mengingatkan agar pemerintah perlu mengintegrasikan instansi terkait guna merespon dan membatasi ruang gerak ISIS di Indonesia. Pemerintah perlu mendorong Badan Nasional Penanggulangan Teroris dan Densus 88 Antiteror untuk memformulasikan program Kontra Radikal dan Deradikalisasi secar efektif dengan instansi terkait.

Program Kontra Radikal dan Deradikalisadi bisa dilakukan dengan mengidentifikasikan perseorangan atau kelompok dengan tujuan Timur Tengah yang diduga akan bergabung dengan ISIS. Kemudian, saat bersamaan memetakan perseorangan dan kelompok yang masuk ke indonesia yang diduga berasal dari Irak dan Suriah pasca bergabung dari ISIS.

"Tentu saja pelibatan instansi lain jadi suatu kebutuhan serius di luar BNPT dan Polri, misalnya TNI, BIN, Kemlu, Imigrasi dan sebagainya," pungkas Muradi seperti disiarkan JPNN.com.[dem]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA