Bahaya, Bila KPU Paksakan Hasil Sesuai Survei LSI

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Selasa, 03 September 2013, 17:17 WIB
Bahaya, Bila KPU Paksakan Hasil Sesuai Survei LSI
foto: net
rmol news logo Puncak prosesi pemilu kepala daerah provinsi Jawa Timur (pencoblosan) sudah berjalan relatif aman pada Kamis pekan lalu (29/8). Kini, tahapannya sudah sampai pada proses penghitungan (rekapitulasi) manual suara di tingkat kecamatan.
 
Apabila KPU Jatim bekerja sesuai jadwal, maka pada 3-4 September rekapitulasi sudah di tingkat kabupaten/kota, sehingga pada 5-6 September KPU sudah bisa mengumumkan pasangan calon (paslon) pemenang Pilgub Jatim 2013-2017.
 
Inisiator Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pemilu Bersih, Adhie M Massardi, yang terus memantau proses pilgub Jatim, meminta KPU dan Bawaslu Jatim taat kode etik penyelenggara pemilu. Yaitu tertib adminstrasi, jujur, adil dan mempertahankan kemandiriannya sebagai lembaga demokrasi yang didesain untuk independen.
 
"Mereka harus berani menolak kehendak siapa pun, kelompok politik manapun, yang ingin memaksakan agar hasil rekapitulasi final manual KPU disesuaikan dengan hasil lembaga survei dan quick count (hitung cepat) yang dibiayai kelompok politik tertentu. Bahaya bila KPU memaksakan diri mengeluarkan hasil pilgub sesuai lembaga survei," kata Adhie.
 
Jubir presiden era KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini menengarai ada lembaga survei, antara lain Lingkaran Survei Indonesia atau LSI, yang menjadi konsultan politik paslon tertentu. Lembaga itu kemudian menyelenggarakan quick count  tanpa izin KPU Jatim, berupaya keras merakit opini kemenangan kandidat yang membayarnya dengan menggunakan berbagai cara.
 
Adhie melihat sejak awal LSI telah melakukan diskriminasi terhadap paslon Berkah (Nomor 4). Tapi diakuinya, belum ada bukti bahwa LSI turut merancang skenario pendiskualifikasian Khofifah-Herman (Berkah) dari kepesertaan pilgub Jatim yang digagalkan DKPP pimpinan Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie.
 
Tidak hanya itu. Hanya selang beberapa hari setelah Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) berkampanye untuk pasangan Bambang DH-Said Abdullah di kawasan Mataraman (Ngawi, Magetan, Ponorogo), yang disambut histeria massa, LSI mempublikasikan yang konon hasil survei.

"Yang intinya mengatakan, kampanye Jokowi tidak ngefek bagi kandidat yang didukungnya. Sungguh, ini survei yang tidak etis. Apalagi hasilnya disebar di hari tenang." ujar Adhie.
 
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) ini mengingatkan para penyelenggara survei politik dan hitung cepat agar memahami perannya dalam menjaga pilar-pilar demokrasi. Lembaga semacam ini dikembangkan di Filipina untuk mengantisipasi kecurangan pemilu yang digelar rezim diktator Marcos pada pertengahan tahun 80-an. Hasilnya memang efektif.
 
Tapi dalam perkembangannya sekarang di Indonesia, lembaga survei dan teknologi hitung cepat swasta itu justru menjadi bagian dari kekuasaan yang membiayai mereka. Sehingga, mereka menjadi political laundry (pemberi legitimasi politik) atas berbagai rekayasa dan kecurangan dalam pemilu.
 
"KPU dan Bawaslu tidak boleh terpengaruh oleh mereka. Dan saya sedang meneliti sejumlah lembaga survei dan penyelenggara quick count itu. Nanti kita pilah mana yang benar-benar independen, dan mana yang dijadikan ladang uang dengan praktek ciminal democracy ," pungkas penyair Negeri Para Bedebah ini. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA