PKB: KPU Sering Menafsirkan UU Berlebihan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ruslan-tambak-1'>RUSLAN TAMBAK</a>
LAPORAN: RUSLAN TAMBAK
  • Jumat, 05 Juli 2013, 15:18 WIB
PKB: KPU Sering Menafsirkan UU Berlebihan
Abdul Malik Haramain/ist
rmol news logo Sepanjang ini kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara umum sudah maksimal dan profesional. Namun di beberapa titik lembaga penyelenggara pemilu itu masih ada kelemahan dan kekeliruan.

"Kelemahan dan kekeliruaa KPU sering menafsirkan UU ke dalam Peratuaran KPU (PKPU) dengan berlebihan," terang Anggota Komisi I DPR, Abdul Malik Haramain kepada Rakyat Merdeka Online, Jumat (5/7).

Malik menjelaskan salah satu contohnya adalah, meski sekarang sudah dibolehkan, semula KPU melarang calon kepala daerah bersamaan mencalonkan diri sebagai calon legislatif. Padahal dalam UU yang dilarang adalah kepala daerah, bukan calon seperti yang diatur dalam UU Pemilu pasal 51 ayat (1) huruf K yang mensyaratkan kepala daerah atau wakil kepala daerah atau pegawai negeri sipil atau anggota TNI atau anggota Polri atau direksi atau komisaris atau dewan pengawas atau karyawan BUMN/BUMD, harus mengundurkan diri terlebih dulu jika mendaftar sebagai caleg.

Selain itu kata Malik, meski bukan sepenuhnya kesalahan Husni Kamil Manik Cs, PKPU yang mengatur pengunduran diri dan PAW anggota DPRD provinsi, dan kabupaten/kota yang menjadi calon anggota legislatif melalui partai lain terlalu sulit dan terlalu susah.

"Kita minta cukup surat pengunduran diri dan surat keterangan dari Ketua DPRD masing-masing," ujar politisi PKB ini.

Kalau mesti ada surat mandat dari partai lama anggota DPRD itu kemungkinan akan sulit, ia mengatakan bagaimana kalau partai asalnya tidak menyetujui pengunduran anggota DPRD bersangkutan. "Makanya jadi sulit, kita minta setelah mengundurkan diri SK Gubernur saja, karena waktu minimalnya bisa di-PAW sebelum enam bulan," ungkapnya.

Selain itu kata Malik, KPU juga membuat regulasi menghapus atau mengkobongkan satu dapil partai yang tidak memenuhi persyaratan caleg seperti syarat 30 persen keterwakilan perempuan.

"Itu gegabah, satu orang yang tidak memenuhi persyaratan, satu dapil dikobongkan. Ini melanggar hak politik warga negera yang lain," terang Malik. [rsn]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA