Kepastian hukum yang kuat disebut sebagai kunci penting dalam mendorong akselerasi pencapaian target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Peneliti Ekonomi Politik Lingkar Studi Perjuangan, Gede Sandra, merekomendasikan agar persoalan regulasi di Kawasan Tanjung Sauh diselesaikan melalui harmonisasi dua peraturan pemerintah, yakni PP Nomor 24 Tahun 2024 dan PP Nomor 47 Tahun 2025.
Hal ini disampaikan Gede Sandra merespons perubahan status Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui PP Nomor 24 Tahun 2024 menjadi Free Trade Zone (FTZ) melalui PP Nomor 47 Tahun 2025. Dia menilai bila tidak ada penataan terhadap regulasi bisa berdampak pada target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang dicanangkan pemerintah.
Berdasarkan proyeksi yang dibuat oleh pengembang kawasan, KEK Tanjung Sauh dalam jangka panjang 5-10 tahun dapat menyerap tenaga kerja hingga 366 ribu jiwa. Dengan asumsi penyerapan tenaga kerja yang merata setiap tahun, KEK Tanjung Sauh, dapat menyumbang sebesar 30 ribu tenaga kerja setiap tahun yang kira-kira setara dengan 0,1 persen pertumbuhan ekonomi nasional.
"Nilai 0,1 persen pertumbuhan ekonomi nasional setiap tahun jelas bukan kontribusi yang sedikit, yang akan sangat disayangkan bila harus hilang karena masalah klasik ketidakpastian hukum," kata Gede Sandra lewat keterangan resminya, Rabu, 31 Desember 2025.
Menurutnya, perubahan status dari KEK ke FTZ juga bakal mengubah status lahan dari Hak Guna Bangunan (HGB) di atas tanah negara menjadi Hak Pengelolaan Lahan (HPL) di BP Batam. Perubahan status ini berpotensi menimbulkan adanya pembayaran uang tahunan kepada BP Batam, yang tentu saja akan semakin memberatkan investor.
Selain itu, lanjut dia, dengan konsep KEK, Tanjung Sauh dapat membangun kawasan industri baru, mengubah wajah wilayahnya, menarik investasi besar dengan insentif jangka panjang, dan menciptakan klaster ekonomi yang mandiri dan terpadu.
Sementara itu, dengan konsep FTZ, akan tercipta efisiensi logistik dan efisiensi biaya aktivitas ekspor impor, dan sangat cocok untuk industri manufaktur yang berorientasi ekspor.
"Pemerintahan Prabowo perlu membuktikan kepada dunia usaha bahwa pemerintahannya adalah pemerintahan yang ramah terhadap investasi," ujar dia.
Oleh karena itu, kata dia, perlu dibuat suatu ketentuan hukum baru yang mana investor tetap membayar biaya termurah, dengan tetap mendapatkan semua keuntungan dari KEK dan FTZ secara keseluruhan.
BERITA TERKAIT: