Langkah tersebut diambil untuk memperketat keamanan selama pemungutan suara yang digelar pada Minggu, 28 Desember 2025.
Dalam dekret pemerintah yang dikeluarkan Kementerian Administrasi Teritorial dan Desentralisasi, disebutkan bahwa kebijakan tersebut ditujukan untuk melindungi pemilih, kandidat, petugas pemilu, serta distribusi logistik pemilihan umum.
“Guinea menutup sementara perbatasannya dan memberlakukan pembatasan pergerakan kendaraan di seluruh negeri sebagai bagian dari serangkaian langkah yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan pada hari Minggu selama pemilihan presiden pertamanya sejak kudeta tahun 2021,” demikian pernyataan pemerintah, seperti dikutip dari
Anadolu News.
Seluruh perbatasan darat dan laut Guinea ditutup selama 24 jam hingga tengah malam setelah pemungutan suara selesai. Sementara itu, wilayah udara nasional ditutup mulai pukul 05.00 hingga 20.00 waktu setempat.
Pemerintah juga melarang aktivitas tertentu pada hari pemungutan suara. Dari pukul 06.00 hingga 18.00, masyarakat dilarang melakukan perkumpulan tanpa izin di sekitar tempat pemungutan suara, membawa senjata termasuk senjata api legal, serta kegiatan apa pun yang dinilai berpotensi mengganggu ketertiban umum.
“Mulai pukul 6 pagi hingga 6 sore pada hari Minggu, perkumpulan tanpa izin di dekat tempat pemungutan suara, membawa senjata, termasuk senjata api yang dimiliki secara sah, dan aktivitas apa pun yang dianggap berpotensi mengganggu ketertiban umum akan dilarang," bunyi ketentuan tersebut.
Selain itu, seluruh pergerakan kendaraan, baik mobil maupun sepeda motor, dilarang selama jam pemungutan suara.
Namun, pengecualian diberikan kepada aparat keamanan, penyelenggara pemilu, lembaga pemantau nasional ONASUR, ambulans, serta kendaraan darurat lainnya. Pemerintah juga membuka kemungkinan pemberian izin khusus dalam kondisi tertentu.
Kebijakan pengamanan ini diberlakukan di tengah persiapan lebih dari 6,7 juta pemilih terdaftar yang akan memilih di antara sembilan kandidat presiden.
Salah satu kandidat adalah Presiden Transisi Jenderal Mamady Doumbouya, yang memimpin Guinea sejak kudeta militer empat tahun lalu.
Pemilu ini menandai berakhirnya masa transisi selama empat tahun setelah kudeta yang menggulingkan Presiden Alpha Conde. Jalan bagi Doumbouya untuk maju sebagai kandidat dibuka setelah konstitusi baru disahkan pada September lalu, meski sebelumnya ia berjanji tidak akan mencalonkan diri.
Proses pemilu ini menuai kritik karena sejumlah tokoh oposisi utama, termasuk mantan Perdana Menteri Cellou Dalein Diallo, tidak dapat berpartisipasi dan sebagian masih berada di pengasingan.
Sementara itu, pemantau internasional dari Uni Afrika dan Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS) telah diterjunkan untuk mengawasi jalannya pemungutan suara.
BERITA TERKAIT: