"ACF lembaga kredibel dan berinisiatif sendiri mengapresiasi Presiden RI. Luar negeri memberi pujian, mestinya dalam negeri bersyukur. Sebab toleransi dan kerukunan umat beragama, HAM dan demokrasi, adalah prestasi kolektif bangsa. Bukan karya orang per orang. Jadi, jangan dipolitisir," kata Wasekjen DPP Partai Demokrat, Ramadhan Pohan, dalam rilisnya, Selasa (28/5) .
Menurut Wakil Ketua Komisi I DPR ini, Presiden SBY layak menerima apresiasi internasional itu. Kalau SBY menolaknya, berarti membenarkan bahwa penganut minoritas agama di Indonesia tertekan, terintimidasi dan tidak berkembang. Faktanya, rumah ibadah, utamanya gereja, vihara, dan pura, terus bertambah fantastis jumlahnya sejak beberapa tahun terakhir.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR ini merujuk Data Pusat Kerukunan Beragama Kementerian Agama. Jumlah gereja Katolik bertambah 153 persen dan gereja Protestan naik 131 persen. Vihara 368 persen, pura Hindu naik 475 persen. Rumah ibadah Islam, bertambah hanya 63 persen. Data ini sebelumnya pernah juga diuraikan Staf Khusus Presiden, Andi Arief.
"Jadi, di mana kesulitan dan tertekannya minoritas? Ada memang kasuistis seperti GKI Yasmin, ini 'PR' bersama kita. Kita jangan menutup mata atas gambar besar kemajuan rumah ibadah minoritas. Begitu juga isu-isu Ahmadiyah dan Syiah, juga merupakan 'PR' bersama," ujarnya.
Beberapa tokoh internasional seperti mantan PM Inggris Gordon Brown, mantan Presiden Korsel Lee Myung Bak dan mantan Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, lalu PM Kanada Stephen Harper sudah pernah menerima anugerah WSA. Kini anugerah itu diberikan kepada SBY, presiden dari negeri berpopulasi Muslim terbesar di dunia, dan menurut politisi bersapaan Rampo ini, hal itu sungguh prestasi yang baik.
"Ke dalam, berkembangnya pro-kontra soal anugerah WSA 2013 ini harus dibaca dalam kacamata demokrasi dan kebebasan opini. Pekerjaan rumah yang masih ada, harus dituntaskan bersama. Ke luar, sikap kita sama yaitu mendukung," tandasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: