"Jangan sampai keberadaan stafsus ini justru merugikan nama baik menterinya,†jelas Komisioner Ombudsman Alvin Lie di Jakarta, Senin (23/10).
Namun begitu, Alvin enggan mengatakan lebih spesifik terkait kabar adanya stafsus Menteri Pertahanan dalam pengadaan alutsista.
Namun, sejumlah keluhan tak dibantah pernah didengarnya dari sejumlah pejabat struktural di kementerian. Mereka mengadu, ada stafsus di kementerian, yang dalam keseharian seolah menjadi pejabat struktural.
"Mereka membuat keputusan, memarahi pejabat struktural. Padahal mereka tidak punya hak di sana. Mereka hanya memberikan masukan kepada
menteri,†jelasnya.
Alvin menerima keluhan sebatas perbincangan informal. Para pejabat ini belum berani menyampaikan secara resmi kepada pihak berwenang termasuk Ombudsman.
"Jadi mereka ikut campur dalam pembuatan keputusan. Apakah sepengetahuan menteri atau tidak, mereka ini kan diangkat menteri,"
ujar dia.
Selain itu, ada pula staf khusus menteri yang juga membawa staf pribadi lagi. Parahnya, staf khusus atau staf pribadi itu kerap memanfaatkan aparatur sipil di kementerian.
"Mereka kan juga diberi fasilitas. Bahkan kalau kunjungan ke daerah, mereka juga ingin dikawal protokol menteri," tutur Alvin.
Oleh karena itu dia meminta adanya koreksi dalam pola perekrutan staf khusus di sebuah kementerian.
Kepala Pusat Komunikasi (Puskom) Kementerian Pertahanan Totok Sugiharto memastikan tak ada staf khusus Menteri Pertahanan yang ikut bermain proyek pengadaan satelit alutsista, termasuk di pengadaan satelite monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) senilai Rp 400 miliar.
Dia menegaskan, semua proyek pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan itu melalui Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan (Ditjen Pothan).
"Berdasarkan aturan, tidak ada proyek alutsista melalui staf khusus. Itu tidak benar dan tidak ada,†tutup Totok.
[sam]
BERITA TERKAIT: