Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

RUU TERORISME

Aktivis HAM Protes Perpanjangan Masa Penangkapan Dan Penahanan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 25 Juli 2016, 17:18 WIB
Aktivis HAM Protes Perpanjangan Masa Penangkapan Dan Penahanan
al araf/net
rmol news logo Koalisi Masyarakat Sipil menilai draf revisi atas UU terorisme yang diajukan pemerintah ke DPR mengandung sejumlah pasal bermasalah.

Pasal-pasal itu berdampak negatif pada masa depan penegakan HAM, kebebasan berpendapat dan hak warga negara.  

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, dalam konferensi pers Koalisi di PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Senin (25/7). Koalisi Masyarakat Sipil yang hadir selain Imparsial adalah KontraS, ELSAM, YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pers, HRWG, Lesperssi, PBHI, ICW dan Setara Institute.

Menurut Al, RUU yang dibahas saat ini malah meningkatkan kekuasaan negara melalui penambahan wewenang baru yang berlebihan, mengabaikan prinsip standar norma hukum dan HAM.  

Pertama, terkait persoalan perpanjangan masa penangkapan. Pasal 28 dalam draf RUU menyatakan penyidik berwenang melakukan penangkapan dalam 30 hari kepada orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme.  

Al menambahkan, jika dibandingkan dengan masa penangkapan yang diatur dalam KUHAP yaitu selama 1x24 jam dan yang diatur dalam UU terorisme saat ini yaitu selama 7 hari, maka perpanjangan masa penangkapan yang diatur dalam Pasal 28 RUU ini terlalu lama.

"Lamanya masa penangkapan akan membuka ruang dan potensi pelanggaran HAM, seperti kekerasan dan penyiksaan. Terlebih di tengah lemahnya mekanisme pengawasan dan akuntabilitas," sebut Al.

Menurut Al, waktu masa penangkapan yang diatur dalam UU anti terorisme saat ini dan KUHAP sebenarnya sudah cukup bagi aparat penegak hukum untuk menanggulangi aksi terorisme.  Terbukti, dengan masa penangkapan 7 hari, penegak hukum sudah berhasil dalam membongkar dan menangkap orang yang terlibat dalam kelompok Jamaah Islamiyah di pusat.

Selain itu, tambah Al, perpanjangan masa penahanan sejak proses penyidikan hingga proses pemeriksaan di sidang menjadi 300 hari juga problematik. Bukan hanya berpotensi pelanggaran HAM, juga akan membuat seseorang terlalu lama dalam status hukum sebagai tersangka hingga sidang pengadilan menyatakan dia bersalah atau tidak. 

"Jika dibandingkan KUHAP yakni 170 hari,  maka perpanjangan ini jelas akan merugikan hak-hak dari tersangka untuk dapat disidang dalam suatu proses peradilan yang cepat, sederhana, dan berbiaya murah," tambah Al.

RUU perubahan ini juga berpotensi melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ini dapat dilihat dalam klausul pemidanaan terhadap penyebaran bentuk-bentuk ekspresi tertentu seperti diatur dalam pasal 13A RUU ini. Klausul pemidanaan yang dirumuskan sangat meluas dan bersifat multi-interpretatif.

"Pasal ini berpotensi membatasi dan mengkriminalisasi pemikiran dan ekspresi yang sah," jelas Al. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA