Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kenapa Pemilihan Kapolri Di Era Reformasi Selalu Ribut?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Sabtu, 11 Juni 2016, 09:47 WIB
Kenapa Pemilihan Kapolri Di Era Reformasi Selalu Ribut?
Bekto Suprapto/net
rmol news logo Tantangan bagi siapapun anggota Polri yang menjabat sebagai Kapolri adalah tidak mudah. Salah satunya menjadikan anggotanya menjadi agen perubahan bangsa.

Hal itu dikatakan Anggota Kompolnas, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (11/6).

"Dalam melaksanakan tugas itu, polisi kadang hanya butuh waktu kurang dari tiga detik mengambil keputusan. Pilihan tindakan ini kalau satu orang keliru atau salah, bisa merusak citra 430 ribu anggota lainnya," ujar Bekto.

Selain itu, polisi harus selalu berinteraksi dengan masyarakat, tidak bisa mengindar dari pengawasan publik dan media massa.

"Itu semua bukan tantangan kecil untuk Kapolri yang menjabat. Belum lagi keberagaman dan luasnya wilayah kita," ungkapnya.

Dia tegaskan, kalau kepolisian dipimpin dengan benar maka kepolisian dapat menjadi agen perubahan.

"Kalau Presiden Jokowi bilang revolusi mental, pakailah polisi dengan baik dan benar," ujarnya.

Karena itu, ia menyesali mengapa setiap proses pemilihan Kapolri di era reformasi ini pasti diwarnai politisasi yang kental.

"Penyebabnya adalah UU, seorang presiden mengangkat Kapolri harus disetujui DPR. Mungkin dulu UU itu niatnya baik, tapi ini dampaknya sekarang," ujarnya.

"Bung Karno cuma punya satu Kapolri, namanya Said Sukanto. Di zaman Pak Harto enggak pernah ribut. Ada juga Pak Hoegeng tidak pernah ribut. Tapi sekarang mesti atas persetujuan DPR. Di situ masalahnya," tambah dia. [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA