Kecurigaan tersebut diÂungÂkapÂkan bekas presiden otoritas terÂtinggi F1 (FIA), Max Mosley seÂperti dikutip
Austosport. MeÂnuÂrutnya, Red Bull pernah meÂminta pengecualian terhadap regulasi
budget cap pada perÂteÂmuan FOTA terakhir.
Mosley menduga jika tim yang menaungi Sebastian Vettel dan Mark Webber itu
over budÂgeÂting, sehingga berhasil menÂjaÂdi juara dunia pebalap dan konsÂtruktor musim lalu. “Pada perÂteÂmuÂan FOTA terakhir, Red Bull meÂminta adanya pengecualian. Jika itu benar terjadi, maka arÂtiÂnya mereka telah menghabiskan daÂna lebih besar dari yang diperÂboÂlehkan. Kini, mereka meminta persetujuan tim-tim lain,†ungkap Mosley.
Sejak musim lalu, FIA meÂneÂtapÂkan angka 40 juta pounds atau seÂkitar Rp 550 miliar sebagai baÂtas maksimal pengeluaran setiap tim. Namun dana tersebut tidak termasuk gaji pebalap dan biaya unÂtuk mesin.
Penetapan biaya minimal ini berÂtujuan agar persaingan di balap jet darat itu berjalan adil tanÂpa ada tim yang terlalu doÂmiÂnan dari segi pendanaan. Efek lainÂnya, semakin banyak tim berÂparÂtisipasi dalam ajang balapan paling bergengsi tersebut, karena biayanya lebih terjangkau.
“Efek dari kesepakatan (
budÂget cap) itu masih bersifat miÂniÂmal. Itulah alasan seluruh tim seÂtuju melakukannya. Kini, saya terÂtarik mengetahui bagaimana lawan-lawan Red Bull bereaksi,†katanya.
Seperti diketahui, pembatasan biaÂya pada F1 merupakan usulan terÂakhir Mosley sebelum meÂletakkan jabatannya di kursi terÂtinggi FIA. Namun, dia harus melakukan sejumlah kompromi agar seluruh tim bersedia meÂneÂrima ide tersebut.
“Tim dengan budget berlebih arÂtinya mereka memiliki mesin lebih besar. Misalnya setiap tim diÂbatasi mempekerjakan sejumÂlah karyawan, anggap saja 100 orang. Tapi, jika saya meÂmiÂliki banyak uang, maka saya bisa mendapatkan 100 orang terbaik. Jadi, peluang tim kecil mengÂhaÂdapi tim-tim kaya masih sangat kecil,†ketus Mosley.
[RM]
BERITA TERKAIT: