Ia menilai masalah thrifting sepenuhnya soal barang ilegal, bukan kontribusi fiskal.
“Pokoknya barang masuk ilegal, saya berhentiin. Saya nggak mungkin buka pasar untuk barang-barang ilegal,” ujarnya di Jakarta, Kamis, 20 November 2025.
Bukan disambut positif, ketegasan Menkeu Purbaya justru membuat banyak pedagang mengeluh sebab penjualan sudah makin turun sejak lama.
Mereka menilai kebijakan larangan tidak dibarengi solusi yang realistis.
Deka, pedagang thrifting di Pasar Senen yang sudah berjualan sejak awal 2000-an, mengaku pendapatannya menurun sejak larangan diberlakukan.
“Agak berkurang,” katanya saat ditemui
RMOL, Jumat, 21 November 2025.
Ia berharap pemerintah membuka ruang dialog dan penyusunan aturan sebagai jalan tengah agar pedagang bisa tetap bertahan.
“Kalau bisa dilegalkan, lebih baik kami bayar pajak,” katanya.
Menurutnya, jutaan pelaku usaha terdampak dan pemerintah perlu memberi jalan keluar.
“Jangan cuma melarang, tapi tidak ada solusinya sama sekali dari pemerintah,” ucapnya.
Deka juga menyoroti kondisi ekonomi masyarakat yang sulit membeli pakaian baru.
“Dengan kondisi ekonomi masyarakat sekarang untuk beli baju harga Rp10.000-Rp20.000 saja masih susah,” kata dia.
Ia menilai usulan pemerintah agar pedagang beralih ke produk domestik tidak realistis.
“Barang domestik saja modalnya saja sudah puluhan ribu,” ujarnya.
Menurutnya, kebijakan baru bisa berjalan jika pemerintah mampu menyediakan harga yang sama dengan pasar thrifting.
“Kecuali pemerintah bisa sediain pakaian dengan harga Rp10.000-Rp20.000 mungkin bisa,” pungkasnya.
BERITA TERKAIT: