Pasalnya, penghimpunan zakat, infak, sedekah alias ZIS saat ini baru menyentuh Rp41 triliun.
Rendahnya literasi zakat menjadi salah satu kendala utama. Banyak masyarakat belum memahami bahwa zakat bukan sekadar ritual ibadah, tetapi juga instrumen kesejahteraan bersama.
Namun yang perlu juga menjadi perhatian adalah belum meratanya pendistribusian zakat.
Wakil Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-Syafi’iyah (UIA) Mahfuz mengatakan bahwa perkembangan teknologi harus dimanfaatkan untuk mempercepat distribusi zakat.
Menurut Mahfuz, digitalisasi zakat dapat menjadi solusi dalam meningkatkan penghimpunan, transparansi, dan distribusi dana zakat untuk kesejahteraan umat.
"Dengan inovasi digital, kita bisa memastikan zakat lebih tepat sasaran dan sampai ke mustahik dengan lebih cepat," kata Mahfuz dikutip Minggu 23 Februari 2025.
Ia juga menekankan pentingnya peran akademisi dalam meningkatkan literasi zakat melalui saluran digital, sehingga lebih banyak masyarakat memahami potensi besar zakat dalam mengentaskan kemiskinan.
Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam As-Syafiiyah (UIA) Misbah Fikrianto mengingatkan bahwa zakat merupakan salah satu kewajiban setiap muslim. Menurut Misbah, syariat zakat bertujuan untuk membersihkan harta dan jiwa.
"Zakat kewajiban kita sebagai umat muslim. Dengan zakat kita bisa membersihkan jiwa-jiwa kita," kata Misbah.
Misbah melanjutkan, zakat tak hanya bermanfaat bagi mereka yang menunaikannya. Tetapi juga bagi masyarakat luas. Sehingga zakat menjadi instrumen penting bagi kesejahteraan umat.
Menunaikan zakat, lanjut Misbah, berarti menyempurnakan ajaran Islam.
"Sehingga kita bisa menjadi umat muslim yang kamil dan syamil dengan menunaikan semua kewajiban yang melekat di dalam kehidupan," kata Misbah.
Sementara itu, Kepala Harian LAZ Persis Jakarta Ichwan Muttaqien membahas potensi besar integrasi zakat dan pajak sebagai instrumen keuangan negara yang saling melengkapi.
"Saat ini, banyak negara sudah mulai mempertimbangkan bagaimana zakat dan pajak bisa berjalan berdampingan," kata Ichwan.
Di Indonesia, potensi zakat mencapai Rp350 triliun per tahun, tetapi baru sekitar 12 persen yang terhimpun.
"Dengan regulasi yang lebih baik dan pemanfaatan digitalisasi, kita bisa meningkatkan penghimpunan zakat dan mempercepat pengentasan kemiskinan," kata Ichwan.
Ichwan juga menyoroti pentingnya regulasi yang mendukung integrasi zakat dan pajak, sehingga masyarakat tidak merasa terbebani dalam menunaikan kewajiban keuangannya.
BERITA TERKAIT: