Nelayan yang tergabung dalam Dewan Pengurus Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPD KNTI) bersama dengan Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI) dan Kesatuan Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa Pesisir Indonesia (KPPMPI) Kabupaten Gresik menggelar Rembuk Iklim Pesisir, di Café Ngelajar Dusun Mulyosari Desa Banyuurip, Ujungpangkah, Gresik beberapa waktu lalu.
Rembuk Iklim Pesisir tersebut selain diikuti oleh puluhan nelayan, perempuan nelayan dan pemuda, juga diikuti oleh akademisi dan para aktivis lingkungan. Nampak hadir juga Camat Ujungpangkah, BPBD Kabupaten Gresik, Dinas Perikanan Kabupaten Gresik, Dosen Universitas Muhammadiyah Gresik dan WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) Jawa Timur.
Rembuk iklim digagas oleh DPP KNTI sebagai bentuk kepedulian terhadap perubahan iklim yang terjadi dan berpengaruh terhadap kehidupan nelayan tradisional dan Perempuan pesisir.
Kegiatan berlangsung selama 6 jam yang dibagi di 2 sesi dan diisi dengan diskusi bersama.
“Perubahan iklim menjadi tantangan kita Bersama. Yang dapat kita lakukan adalah mencari cara agar dapat mengurangi dampaknya. Di antaranya mengurangi konsumsi energi serta melakukan penghijauan, melakukan perlindungan ekosistem untuk penyimpanan karbon dan layanan ekosistem” jelas Dr. Farikhah sebagai perwakilan dari akademisi dalam keterangannya, Jumat (8/12).
Pembicara dari Walhi Jatim, Wahyu Eka Setiawan menjelaskan bahwa perubahan iklim yang berdampak di pesisir yakni garis pantai semakin mundur, penghasilan nelayan tradisional semakin menurun, cuaca yang tidak menentu, dan ancaman rob serta tenggelamnya kawasan pesisir.
“Di wilayah Surabaya dampak perubahan iklim menyebabkan abrasi pantai, meningkatnya rob, anomali cuaca, penurunan tangkapan hingga 2 Kwintal, biaya melaut semakin tinggi dan Terumbu Karang yang mati. Menurutnya, perubahan iklim diakibatkan oleh manusia, aktivitas ekonomi dan tidak adanya kepekaan terhadap lingkungan,” ungkap Wahyu
“Perubahan iklim juga dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya; suhu udara yang meningkat, musim yang susah diprediksi, kacaunya musim tanam petani, bencana banjir dan kekeringan, menurunnya kualitas dan kuantitas pangan, terancamnya oksigen dan air,” paparnya.
Sementara, Ketua DPD KNTI Gresik, Mashudin menyatakan, bahwa pihaknya bersama dengan nelayan telah melakukan berbagai langkah antisipatif untuk menghadapi dampak buruk perubahan iklim, di antaranya dengan menanam mangrove dan aksi kepedulian lingkungan lainnya.
“Kami juga saat ini tengah melakukan inisiasi dengan mencoba menggunakan energi terbarukan untuk mengoperasikan perahu nelayan, hal ini untuk sebagai bukti konkrit bahwa kita turut serta untuk mengurangi pemanasan global,” ujarnya.
Hal berbeda ditegaskan oleh Ketua DPD KPPI Gresik, Anggun Cipta Indah, menurutnya dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah terjadinya penurunan pendapatan nelayan, sehingga ibu-ibu nelayan harus berpikir ekstra keras bagaimana caranya turut serta membantu perekonomian keluarga.
“Kami dari KPPI Gresik telah banyak melatih ibu-ibu nelayan dalam pengolahan ikan, sehingga diharapkan mereka lebih produktif dan mampu mengatasi persoalan ekonomi di keluarganya,” kata Ketua KPPI yang dikenal sangat aktif melakukan pendampingan terhadap perempuan nelayan ini.
Di akhir acara, Ketua KPPMI, Muhammad Hafizul menegaskan, para pemuda, pelajar dan mahasiswa pesisir juga mulai meningkat kepeduliannya terhadap lingkungan yang ditandai dengan respon mereka yang sangat baik ketika diajak untuk bersama-sama menggelar aksi kepedulian lingkungan.
Diketahui, rembuk iklim pesisir bukan hanya digelar di Kabupaten Gresik, namun juga digelar di 35 kabupaten/kota seluruh Indonesia. Hasil dari rembuk tersebut akan dirangkum secara nasional kemudian berbagai rekomendasi yang dihasilkan akan disampaikan kepada pemerintah pusat pada saat peringatan Hari Nusantara 13 Desember mendatang.
BERITA TERKAIT: