Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, Eko Prasetyanto Purnomo Putro, berpendapat, untuk mencapai kemandirian itu, pemerintah desa perlu mengidentifikasi status dan potensi masing-masing.
"Apakah desa kita termasuk kategori desa swasembada, swakarya atau swakelola, termasuk mengenali potensi desa dan melihat progres pencapaian Pendapatan Asli Desa (PADes)," papar Eko, lewat keterangan tertulis, beberapa waktu lalu, di jakarta.
Identifikasi potensi desa, kata dia, sangat penting, untuk menentukan arah pembangunan ekonomi yang diharapkan dapat mensejahterakan masyarakat.
Kepala desa juga harus mengidentifikasi PADes lima tahun terakhir, untuk mengetahui peningkatan pembangunan ekonomi.
Lebih lanjut Eko memberikan contoh desa-desa berprestasi dan memiliki PADes tinggi, yakni Desa Ponggok, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah; Desa Tirtonirmolo, Bantul, DI Yogyakarta; Desa Tajun, Buleleng, Bali, Desa Kutuh, Badung, Bali; dan Desa Bleberan, Gunung Kidul, DI Yogyakarta.
Dijelaskan, Desa Ponggok memiliki PADes Rp10,3 miliar, Desa Tirtonirmolo Rp8,7 miliar, Desa Tajun Rp5,1 miliar, Desa Kutuh Rp50 miliar, dan Desa Bleberan Rp2 miliar.
Melalui pelatihan penguatan pemerintahan desa, ke depan desa-desa diharapkan semakin maju. Jadi, meski hidup di desa, penghasilan harus seperti tinggal di kota.
Menurut Eko, saat ini pemerintah tengah melaksanakan Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD), kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia (World Bank), untuk membuat desa maju, mandiri, dan sejahtera.
Peserta berasal dari unsur penyelenggara pemerintahan desa dan pengurus kelembagaan desa, total 133.832 personel.
Tujuannya, melatih aparatur pemerintahan desa agar bisa membuat belanja desa berkualitas. Sebab, melalui belanja desa yang berkualitas, kesejahteraan masyarakat desa bisa ditingkatkan.
BERITA TERKAIT: