Pernyataan itu disampaikan Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haytar, pada forum Aceh Gayo Sustainable Investment Dialogue (Agasid) 2023, di Hermes Hotel, Banda Aceh, Selasa (10/10).
"Bicara soal pembangunan tidak lepas dari perangkat adat istiadat yang telah tersusun sistematis dan masih bertahan ratusan tahun lamanya," katanya, seperti dikutip dari
Kantor Berita RMOLAceh.
Menurutnya, adat di Aceh diakui sebagai hukum positif melalui Qanun Aceh dan Reusam Wali Nanggroe, seperti adanya ketua atau kepala setiap bidang. Mulai dari hutan, sawah, dan laut.
“Di kawasan hutan kita mengenal
panglima uteun, di persawahan ada
kejruen blang, dan untuk laut dikoordinir
lembaga panglima laot,” urainya.
Hingga kini, kata dia, bangsa Aceh tetap mempertahankan keberadaan lembaga pemerintahan adat dan memegang teguh nilai-nilai adat di masing-masing komunal.
Malik Mahmud mengaku sudah berupaya menggaet investor, baik dari luar negeri maupun nasional. Semua itu mendapat dukungan dari para pimpinan lembaga adat yang ada di Aceh.
“Mereka sepakat dengan investasi, asal menjunjung tinggi adat istiadat di Aceh, dan ramah terhadap lingkungan," jelasnya.
Dia juga mengingatkan, jika dilakukan dengan benar, investasi akan memberi dampak positif. Namun juga perlu upaya antisipasi agar tidak timbul dampak negatif, terutama terkait investasi di bidang sumber daya alam (SDA).
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: